MENYIKSA SPG dan DIPERKOSA KOK KEENAKAN

MENYIKSA SPG dan DIPERKOSA KOK KEENAKAN

Cerita Mesum Sex – Cerita bokep terbaru ini adalah Cerita panas yang ini muncul karena ulah SPG sombong yang menjaga pameran otomotif di salah satu plaza di kotaku. Pada waktu itu aku dan teman-temanku (berempat) sedang jalan-jalan ke plaza itu, lalu kami melihat ada pameran mobil di sana. Iseng-iseng aku dan teman-teman melihat mobil-mobil yang memang keren-keren itu, meskipun penampilan kami memang sangat jauh dengan pengunjung-pengunjung lainnya yang rapi-rapi. Sekalian cuci mata juga, soalnya para SPG-nya cantik-cantik dan putih-putih serta mulus-mulus, mereka memakai rok mini yang benar-benar serasi dengan tubuh mereka yang langsing dan tinggi, kaki mereka yang jenjang sangat indah dipandang dari ujung kaki sampai ke paha yang terbalut rok mini ketat warna merah. Wajah mereka yang rata-rata Indo seperti bintang sinetron sangat menyenangkan untuk dipandang, memang sangat cocok untuk mendampingi mobil-mobil mewah yang sedang dipamerkan.

Sambil melihat, kupegang-pegang saja mobil yang di pamerkan dan kucoba membuka dan metutup salah satu pintunya. Tiba-Tiba.., “Mas, tolong kalau mau lihat ya dilihat saja, jangan dipegang-pegang, nanti harus dibersihkan lagi”, aku menoleh ke arah teguran itu berasal, ternyata teguran tersebut berasal dari salah seorang SPG yang cantik, meskipun aku tersinggung, aku sempat tertegun melihat paras dan body cewek SPG yang satu ini. Wajah SPG yang ini seperti campuran Indo Belanda, kebarat-kebaratan seperti itulah.

Masih setengah sadar, SPG itu ngomong lagi, “Tolong minggir dulu ya.. ini ada pembeli yang mau lihat”. Aku menoleh ke sekitar, “Mana pembelinya..” pikirku, yang ada masih lihat-lihat mobil di sebelah, kali ini aku serasa benar-benar dilecehkan oleh SPG itu, dalam pikiranku, “Sombong sekali cewek satu ini.. padahal kan dia juga sebagai penjaga, belum tentu bisa beli mobil itu juga.” Sambil berpikir begitu, tak terasa aku bertatap pandang dengan cewek SPG itu, yang lebih mengesalkan wajahnya seakan-akan melihatku sebagai makhluk yang tidak sepantasnya berdiri di situ. Kulihat juga senyumnya yang benar-benar menyebalkan, seolah-olah menantang dan sudah menang. Seraya tersenyum aku minggir juga.

“Ayo, cabut!” aku mengomando teman-temanku dengan nada yang masih kesal karena pelecehan tadi. Aku langsung mengarahkan mereka ke tempat parkir dengan tidak menyembunyikan wajah yang kesal. Mobil Espass kami pun meluncur. Sepanjang perjalanan, kami terdiam, teman-temanku tahu aku masih kesal, jadi mereka agak malas ngomong.

Setelah beberapa saat Aguk yang memegang kemudi memecah kesunyian, “Kenapa lu? masih kesal sama SPG itu?” tanyanya kepadaku. Belum sempat aku menimpali, Bimo buka suara, “Lu nggak remas aja pantatnya, biar tau rasa dia.” Tawa mereka berderai, tapi aku masih diam, melihat gelagatku yang tidak bisa diajak bercanda, teman-temanku ikutan diam. Tiba-Tiba Dodot mengeluarkan ide bagus, “Eh.. gimana kalo kita culik aja tuh cewek!” Hatiku yang kesal ini bagaikan mendapat siraman air yang menyegarkan, “Betul juga”, pikirku, “Biar ntar dia rasain gimana akibatnya kalau melecehkan aku” Aku tersenyum menyeringai ke arah Dodot, dan kami langsung memutar mobil ke arah plaza itu lagi.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam, mulai terlihat karyawan-karyawan dari plaza tersebut keluar untuk pulang. Kami dengan sabar menunggu di depan plaza itu sambil mengawasi orang-orang yang keluar.

“Gimana kalau keluar dari samping pertokoan?” tanya Bimo.

“Ah.. ya berarti nasibnya beruntung”, jawabku cepat.

Baca Juga Cerita Bokep Seks : MEMEKKU TERASA KEENAKAN DIENTOT KONTOL OM TETANGGA dan BU WIDI BIDAN DESA BERPAYUDARA BESAR

“Itu! itu!” Dodot setengah berteriak menunjuk ke suatu arah. Mata kita semua langsung menjelajah ke arah yang ditunjuk Dodot.

“Bagus!” pikirku ketika melihat si SPG berjalan keluar plaza untuk mencari kendaraan. Dia bersama seorang temannya yang kelihatannya SPG juga, sudah mengenakan sehelai kain untuk menutupi roknya yang mini, mereka berjalan menelusuri trotoar, rupanya rute angkutannya bukan di jalan ini. Kami segera membuntutinya pelan-pelan sampai mereka berhenti di perempatan yang sudah dikuasai oleh banyak angkota. Mereka langsung masuk ke salah satu bemo yang ada, begitu bemo tersebut berangkat, kami pun langsung mengikutinya.

MENYIKSA SPG dan DIPERKOSA KOK KEENAKAN

Sampai di sebuah jalan, yang untungnya sepi sehingga sangat mendukung operasi kami ini, si SPG turun. Tidak sedikit pun dia menaruh curiga bahwa sebuah mobil telah mengikuti angkutannya sejak tadi. Setelah bemo tersebut meninggalkannya cukup jauh, kami mulai mendekati SPG itu yang kelihatannya masih harus berjalan kaki untuk mencapai rumahnya. Tanpa buang-buang waktu Aguk mensejajarkan mobil kami di samping SPG itu dan Dodot langsung membuka pintu samping Espass. Kulihat SPG tersebut terkejut melihat ada mobil yang sangat dekat dengan dirinya, dan tanpa disadari tangan Dodot sudah merenggut tangan dan menarik tubuhnya ke dalam mobil. “Srreekk..”, pintu samping ditutup, mobil kami langsung melaju tanpa bekas, sementara si SPG masih kebingungan dan akan berteriak, tetapi dengan sigap Bimo langsung menutup mulutnya sehingga yang terdengar hanya gumaman. Si SPG mencoba meronta, namun sebuah pukulan ditengkuknya yang diluncurkan oleh Dodot membuatnya langsung pingsan.

Aku menoleh ke belakang, Bimo dan Dodot tersenyum memandangku seolah-olah ingin menyatakan bahwa operasi penculikan sudah berhasil. Kulihat kain yang menutupi rok mininya tersingkap, dan meskipun di dalam mobil gelap, aku masih dapat melihat pahanya yang mulus. Dodot pun tak tahan langsung memijat dan meraba paha yang mulus itu. Mobil kami langsung meluncur ke rumah Aguk yang memang kosong dan biasa sebagai tempat kami berkumpul.

Setelah sampai dan memarkir mobil di garasi, kami menggendong SPG yang masih pingsan itu ke dalam kamar. Di sana kami mengikatnya pada kursi kayu yang ada. Aku duduk di ranjang menghadap SPG yang masih lunglai itu yang terikat di kursi kayu. Teman-temanku kelihatannya memang menghadiahkan SPG itu ke padaku untuk diperlakukan apa saja.

“Dot.. ambilin air.” Dodot keluar kamar dan tak lama masuk dengan segelas air yang disodorkan kepadaku. Aku berdiri dan menyiramkan pelan-pelan ke wajah SPG itu. Ketika sadar, SPG itu terlihat sangat terkejut melihatku di depannya, “Kamu..” katanya seraya menggerakkan tubuhnya, dan dia sadar kalau tubuhnya terikat erat di sebuah kursi. Kali ini aku yang tersenyum, senyum kemenangan. “Mau apa kamu?” masih dengan sombong SPG itu bertanya setengah menghardik kepadaku. “Kalau kamu macam-macam, aku akan teriak”, lanjutnya lagi. Aku hanya tersenyum, “silakan saja teriak, nggak bakal terdengar kok”, kataku sambil menyalakan tape si Aguk, kebetulan lagunya dari band Metallica, Unforgiven, kusetel agak keras, meskipun aku yakin bahwa kamar Aguk letaknya terisolir, jadi tidak mungkin teriakannya didengar orang lain.

Ketakutan mulai terlihat di wajah SPG itu, wajahnya yang cantik sudah mulai terlihat memelas memohon iba. Namun kebencian di hatiku masih belum padam, aku ingin memberinya pelajaran!

“Siapa namamu?” tanyaku dengan nada datar.

“Vera”, jawabnya.

“Ampun Mas, maafkan aku, aku disuruh boss untuk bersikap begitu”, katanya seolah membela diri.

Tidak peduli dengan pembelaan dirinya, langsung kusibakkan kain yang menutupi roknya, lalu dengan kasar kutarik roknya hingga ke pangkal paha. Vera menatapku ketakutan, “Jangan, jangan Mas..” ucapnya memelas seakan tahu hal yang lebih buruk akan menimpa dirinya. Lagi dengan kasar kutarik bajunya sehingga kursi yang didudukinya bergeser dan kancing bajunya hampir lepas semua. Terlihat oleh kami bulatan payudara yang masih tertutup BH berwarna putih. Tak tahan melihat itu Aguk dan Dodot yang berdiri di sampingnya langsung meremas-meremas payudara itu. Vera sangat ketakutan, ditengah ketakutannya dia berusaha meronta, namun hal itu semakin meningkatkan nafsu kita. Jari-jariku langsung meraba secara liar daerah liang kewanitaannya yang masih tertutup CD, mengelus dan berputar-putar dengan lincah dan sekali-sekali mencoba menusuk. “Tidakk.. tidakk..” Vera berkata lirih seolah ingin menolak takdir.

“Breett.. breett..” kubuka dengan paksa seluruh baju Vera sehingga yang terlihat hanya BH dan CD-nya saja. “Naikkan ke atas meja”, kataku, serta merta ketiga temanku langsung bekerja sama memegangi Vera dan mengikatnya di atas meja. Vera meronta-ronta sekuat tenaga namun tentu saja usahanya tidak mampu melawan tiga tenaga cowok. Sekarang dia sudah telentang di atas meja dengan tangan terikat di sudut-sudut meja, kedua kakinya agak menjulur ke bawah karena mejanya tidak cukup panjang, namun kami mengikatnya secara terpisah pada dua kaki meja. Kami sendiri posisinya sekarang di samping tubuhnya. Lalu dengan sekali tarik kulepas BH-nya dan menonjollah dua bagian payudaranya yang cukup padat berisi. Sekarang kami melihat sebuah tubuh yang putih mulus dan langsing dengan tonjolan payudara yang bergoyang-goyang karena Vera masih berusaha meronta. Karena meronta, terlihat CD-nya yang agak transparan semakin mengetat memperlihatkan lekuk-lekuk liang kewanitaannya.

“It’s showtime!” teriakku yang disambut oleh kegembiraan teman-temanku dan wajah ketakutan Vera. Aku langsung mengambil beberapa karet gelang, lalu kulingkarkan di payudara Vera sampai terlihat mengeras dan merah. “Aduhh..” erang Vera, masih kutambah penderitaannya dengan menjepitkan jepitan yang biasa digunakan Aguk untuk alat elektronik, bentuknya bergerigi dan terbuat dari logam tipis yang di-chrome, kujepitkan di kedua puting susunya. “Aduhh.. ahh.. aduuhh” Vera mengerang kesakitan. Aguk lalu memberiku sebuah alat seperti pecut, yang terbuat dari beberapa tali tampar kecil sekitar 5 buah yang salah satu ujung-ujungnya dijadikan satu pada sebuah pegangan dari rotan. Entah untuk apa alat ini biasanya digunakan Aguk, pikirku, tapi peduli apa, yang penting sekarang benda ini ada gunanya.

“Jangan.. ampunn Mas..” pinta Vera, melihat aku mengibas-ngibaskan pecut itu. Aku tersenyum sadis, lalu tanganku kuangkat dan sebuah pecutan kuarahkan ke payudaranya. “Ctass..” Tubuh Vera menggelinjang, dan buah dadanya langsung bergoyang ke kanan ke kiri menahan sakit. “Aduhh..” teriaknya sambil menitikkan air mata. Beberapa garis merah terlihat di kedua buah dadanya, di sekitar puting.

“Lagi?” tanyaku kepada Vera, yang tentu saja dijawab dengan gelengan kepala, “Ampunn.. ampunn tolongg..” rintihan bercampur tangis Vera menjadi satu. Tanpa rasa iba pecut kuayun lagi, kali ini sasarannya adalah pahanya. “Mmmpphh..” Vera menggigit bibir bawahnya menahan sakit. Sekali lagi kuayun pecut itu, sekarang ke arah pusar, garis-garis merah segera menghiasi tubuh Vera. Entah aku sangat menikmatinya sehingga tak terasa sudah beberapa ayunan pecut mengarah ke tubuh Vera. Tubuhnya terlihat bergetar, menggelinjang menahan sakit dan perih. Wajahnya yang basah oleh air mata dan keringat sudah benar-benar menunjukkan penderitaan. Tapi aku masih belum puas. Kulihat teman-temanku, ketiganya tersenyum seakan memberikan dukungan kepadaku untuk terus menyalurkan hasratku.

DIPERKOSA KOK KEENAKAN

Suasana haru mengirnigi perceraian ortuku,Itu aku sangat terpuruk atas kejadian naas,aku tak lagi percaya semua itu. Tapi mereka semua tetep suport aku untuk selalu belajar aku menatap kehidupan yang cerah dan terarah.

Baca Juga Cerita Panas Terbaru : JILBAB YANG TERNODA dan AKU ENTOT ISTRI TETANGGAKU

Tidak seperti kisah orang tuaku yang gagal dalam membina rumah tangga,anak nya”aku”menjadi korban atas ke egoisan mereka.Tapi aku terima dengan iklas dengan apa yang sedang menimpaku berharap ada sebuah keajaiban pada akhirnya.

Hingga aku berhasil dalam memasuki pergurang tinggi Negri kedua ortu bangga terhadapku,Aku senang walau kadang aku tak percaya bahwa mereka tak bersama kulagi.Keluargaku saat itu hidup berkecukupan.

Ayahku yang berkedudukan sebagai seorang pejabat teras sebuah departemen memang memberikan nafkah yang cukup bagiku dan ibuku, walaupun ia bekerja secara jujur dan jauh dari korupsi, tidak seperti pejabat-pejabat lain pada umumnya.

Dari segi materi, memang aku tidak memiliki masalah, begitu pula dari segi fisikku. Kuakui, wajahku terbilang cantik, mata indah, hidung bangir, serta dada yang membusung walau tidak terlalu besar ukurannya.

Semua itu ditambah dengan tubuhku yang tinggi semampai, sedikit lebih tinggi dari rata-rata gadis seusiaku, memang membuatku lebih menonjol dibandingkan yang lain. Bahkan aku menjadi mahasiswi baru primadona di kampus.

Akan tetapi karena pengawasan orang tuaku yang ketat, di samping pendidikan agamaku yang cukup kuat, aku menjadi seperti anak mama. Tidak seperti remaja-remaja pada umumnya, aku tidak pernah pergi keluyuran ke luar rumah tanpa ditemani ayah atau ibu.

Namun setelah perceraian itu terjadi, dan aku ikut ibuku yang menikah lagi dua bulan kemudian dengan duda berputra satu, seorang pengusaha restoran yang cukup sukses, aku mulai berani pergi keluar rumah tanpa didampingi salah satu dari orang tuaku. Itupun masih jarang sekali.

Bahkan ke diskotik pun aku hanya pernah satu kali. Itu juga setelah dibujuk rayu oleh seorang laki-laki teman kuliahku. Setelah itu aku kapok.

Mungkin karena baru pertama kali ini aku pergi ke diskotik, baru saja duduk sepuluh menit, aku sudah merasakan pusing, tidak tahan dengan suara musik disko yang bising berdentam-dentam, ditambah dengan bau asap rokok yang memenuhi ruangan diskotik tersebut.

“Don, kepala gue pusing. Kita pulang aja yuk.”

“Alaa, Mer. Kita kan baru sampai di sini. Masa belum apa-apa udah mau pulang. Rugi kan. Lagian kan masih sore.”

“Tapi gue udah tidak tahan lagi.”

“Gini deh, Mer. Gue kasih elu obat penghilang pusing.”

Temanku itu memberikanku tablet yang berwarna putih. Aku pun langsung menelan obat sakit kepala yang diberikannya.

“Gimana sekarang rasanya? Enak kan?”

Aku mengangguk. Memang rasanya kepalaku sudah mulai tidak sakit lagi. Tapi sekonyong-konyong mataku berkunang-kunang. Semacam aliran aneh menjalari sekujur tubuhku.

Antara sadar dan tidak sadar, kulihat temanku itu tersenyum. Kurasakan ia memapahku keluar diskotik. “Ini cewek lagi mabuk”, katanya kepada petugas keamanan diskotik yang menanyainya. Lalu ia menjalankan mobilnya ke sebuah motel yang tidak begitu jauh dari tempat itu.

Setiba di motel, temanku memapahku yang terhuyung-huyung masuk ke dalam sebuah kamar. Ia membaringkan tubuhku yang tampak menggeliat-geliat di atas ranjang.

Kemudian ia menindih tubuhku yang tergeletak tak berdaya di kasur. Temanku dengan gemas mencium bibirku yang merekah mengundang.

Kedua belah buah dadaku yang ranum dan kenyal merapat pada dadanya. Darah kelaki-lakiannya dengan cepat semakin tergugah untuk menggagahiku. “Ouuhhh… Don!” desahku.

Temanku meraih tubuhku yang ramping. Ia segera mendekapku dan mengulum bibirku yang ranum. Lalu diciuminya bagian telinga dan leherku. Aku mulai menggerinjal-gerinjal.

Sementara itu tangannya mulai membuka satu persatu kancing blus yang kupakai. Kemudian dengan sekali sentakan kasar, ia menarik lepas tali BH-ku, sehingga tubuh bagian atasku terbuka lebar, siap untuk dijelajahi.

Tangannya mulai meraba-raba buah dadaku yang berukuran cukup besar itu. Terasa suatu kenikmatan tersendiri pada syarafku ketika buah dadaku dipermainkan olehnya.

“Don… Ouuhhh… Ouuhhh…” rintihku saat tangan temanku sedang asyik menjamah buah dadaku.

Tak lama kemudian tangannya setelah puas berpetualang di buah dadaku sebelah kiri, kini berpindah ke buah dadaku yang satu lagi, sedangkan lidahnya masih menggumuli lidahku dalam ciuman-ciumannya yang penuh desakan nafsu yang semakin menjadi-jadi.

Lalu ia menanggalkan celana panjangku. Tampaklah pahaku yang putih dan mulus itu. Matanya terbelalak melihatnya. Temanku itu mulai menyelusupkan tangannya ke balik celana dalamku yang berwarna kuning muda.

Dia mulai meremas-remas kedua belah gumpalan pantatku yang memang montok itu.

Jangan, Don! Jangan! Ouuhhh…” jeritku ketika jari-jemari temanku mulai menyentuh bibir kewanitaanku.

Namun jeritanku itu tak diindahkannya, sebaliknya ia menjadi semakin bergairah. Ibu jarinya mengurut-urut klitorisku dari atas ke bawah berulang-ulang. Aku semakin menggerinjal-gerinjal dan berulang kali menjerit.

Kepala temanku turun ke arah dadaku. Ia menciumi belahan buah dadaku yang laksana lembah di antara dua buah gunung yang menjulang tinggi.

Baca Juga Cerita Bokep Indonesia : PESTA BONDAGE dan MENIKMATI KEGADISAN MBAK NUR

Aku yang seperti tersihir, semakin menggerinjal-gerinjal dan merintih tatkala ia menciumi ujung buah dadaku yang kemerahan. Tiba-tiba aku seperti terkejut ketika lidahnya mulai menjilati ujung puting susuku yang tidak terlalu tinggi tapi mulai mengeras dan tampak menggiurkan.

Seperti mendapat kekuatanku kembali, segera kutampar wajahnya. Temanku itu yang kaget terlempar ke lantai. Aku segera mengenakan pakaianku kembali dan berlari ke luar kamar.

Ia hanya terpana memandangiku. Sejak saat itu aku bersumpah tidak akan pernah mau ke tempat-tempat seperti itu lagi.

Sudah dua tahun berlalu aku dan ibuku hidup bersama dengan ayah dan adik tiriku, Rio, yang umurnya tiga tahun lebih muda dariku. Kehidupan kami berjalan normal seperti layaknya keluarga bahagia.

Aku pun yang saat itu sudah di semester enam kuliahku, diterima bekerja sebagai teller di sebuah bank swasta nasional papan atas.

Meskipun aku belum selesai kuliah, namun berkat penampilanku yang menarik dan keramah-tamahanku, aku bisa diterima di situ, sehingga aku pun berhak mengenakan pakaian seragam baju atas berwarna putih agak krem, dengan blazer merah yang sewarna dengan rokku yang ujungnya sedikit di atas lutut.

Sampai suatu saat, tiba-tiba ibuku terkena serangan jantung. Setelah diopname selama dua hari, ibuku wafat meninggalkan aku. Rasanya seperti langit runtuh menimpaku saat itu. Sejak itu, aku hanya tinggal bertiga dengan ayah tiriku dan Rio.

Sepeninggal ibuku, sikap Rio dan ayahnya mulai berubah. Mereka berdua beberapa kali mulai bersikap kurang ajar terhadapku, terutama Rio.

Bahkan suatu hari saat aku ketiduran di sofa karena kecapaian bekerja di kantor, tanpa kusadari ia memasukkan tangannya ke dalam rok yang kupakai dan meraba paha dan selangkanganku.

Ketika aku terjaga dan memarahinya, Rio malah mengancamku. Kemudian ia bahkan melepaskan celana dalamku. Tetapi untung saja, setelah itu ia tidak berbuat lebih jauh.

a hanya memandangi kewanitaanku yang belum banyak ditumbuhi bulu sambil menelan air liurnya. Lalu ia pergi begitu saja meninggalkanku yang langsung saja merapikan pakaianku kembali. Selain itu, Rio sering kutangkap basah mengintip tubuhku yang bugil sedang mandi melalui lubang angin kamar mandi.

Aku masih berlapang dada menerima segala perlakuan itu. Pada saat itu aku baru saja pulang kerja dari kantor.

Ah, rasanya hari ini lelah sekali. Tadi di kantor seharian aku sibuk melayani nasabah-nasabah bank tempatku bekerja yang menarik uang secara besar-besaran.

Entah karena apa, hari ini bank tempatku bekerja terkena rush. Ingin rasanya aku langsung mandi. Tetapi kulihat pintu kamar mandi tertutup dan sedang ada orang yang mandi di dalamnya.

Kubatalkan niatku untuk mandi. Kupikir sambil menunggu kamar mandi kosong, lebih baik aku berbaring dulu melepaskan penat di kamar. Akhirnya setelah melepas sepatu dan menanggalkan blazer yang kukenakan, aku pun langsung membaringkan tubuhku tengkurap di atas kasur di kamar tidurnya.

Ah, terasa nikmatnya tidur di kasur yang demikian empuknya. Tak terasa, karena rasa kantuk yang tak tertahankan lagi, aku pun tertidur tanpa sempat berubah posisi.

Aku tak menyadari ada seseorang membuka pintu kamarku dengan perlahan-lahan, hampir tak menimbulkan suara. Orang itu lalu dengan mengendap-endap menghampiriku yang masih terlelap.

Kemudian ia naik ke atas tempat tidur. Tiba-tiba ia menindih tubuhku yang masih tengkurap, sementara tangannya meremas-remas belahan pantatku. Aku seketika itu juga bangun dan meronta-ronta sekuat tenaga.

Namun orang itu lebih kuat, ia melepaskan rok yang kukenakan. Kemudian dengan secepat kilat, ia menyelipkan tangannya ke dalam celana dalamku. Dengan ganasnya, ia meremas-remas gumpalan pantatku yang montok.

Aku semakin memberontak sewaktu tangan orang itu mulai mempermainkan bibir kewanitaanku dengan ahlinya. Sekali-sekali aku mendelik-delik saat jari telunjuknya dengan sengaja berulang kali menyentil-nyentil klitorisku.

“Aahh! Jangaann! Aaahh…!” aku berteriak-teriak keras ketika orang itu menyodokkan jari telunjuk dan jari tengahnya sekaligus ke dalam kewanitaanku yang masih sempit itu, setelah celana dalamku ditanggalkannya.

Akan tetapi ia mengacuhkanku. Tanpa mempedulikan aku yang terus meronta-ronta sambil menjerit-jerit kesakitan, jari-jarinya terus-menerus merambahi lubang kenikmatanku itu, semakin lama semakin tinggi intensitasnya.

Aku bersyukur dalam hati waktu orang itu menghentikan perbuatan gilanya. Akan tetapi tampaknya itu tidak bertahan lama. Dengan hentakan kasar, orang itu membalikkan tubuhku sehingga tertelentang menghadapnya. Aku terperanjat sekali mengetahui siapa orang itu sebenarnya.

“Rio… Kamu…” Rio hanya menyeringai buas.

“Eh, Mer. Sekarang elu boleh berteriak-teriak sepuasnya, tidak ada lagi orang yang bakalan menolong elu. Apalagi si nenek tua itu sudah mampus!”

Astaga Rio menyebut ibuku, ibu tirinya sendiri, sebagai nenek tua. Keparat.

“Rio! Jangan, Rio! Jangan lakukan ini! Gue kan kakak elu sendiri! Jangan!”

“Kakak? Denger, Mer. Gue tidak pernah nganggap elu kakak gue. Siapa suruh elu jadi kakak gue. Yang gue tau cuma papa gue kawin sama nenek tua, mama elu!”

“Rio!”

“Elu kan cewek, Mer. Papa udah ngebiayain elu hidup dan kuliah. Kan tidak ada salahnya gue sebagai anaknya ngewakilin dia untuk meminta imbalan dari elu. Bales budi dong!”

“Iya, Rio. Tapi bukan begini caranya!”

“Heh, yang gue butuhin cuman tubuh molek elu, tidak mau yang lain. Gue tidak mau tau, elu mau kasih apa tidak!”

“Errgh…”

Aku tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Mulut Rio secepat kilat memagut mulutku. Dengan memaksa ia melumat bibirku yang merekah itu, membuatku hampir tidak bisa bernafas.

Aku mencoba meronta-ronta melepaskan diri. Tapi cekalan tangan Rio jauh lebih kuat, membuatku tak berdaya. “Akh!” Rio kesakitan sewaktu kugigit lidahnya dengan cukup keras.

Tapi, “Plak!” Ia menampar pipiku dengan keras, membuat mataku berkunang-kunang. Kugeleng-gelengkan kepalaku yang terasa seperti berputar-putar.

Tanpa mau membuang-buang waktu lagi, Rio mengeluarkan beberapa utas tali sepatu dari dalam saku celananya. Kemudian ia membentangkan kedua tanganku, dan mengikatnya masing-masing di ujung kiri dan kanan tempat tidur.

Demikian juga kedua kakiku, tak luput diikatnya, sehingga tubuhku menjadi terpentang tak berdaya diikat di keempat arah.

Oleh karena kencangnya ikatannya itu, tubuhku tertarik cukup kencang, membuat dadaku tambah tegak membusung. Melihat pemandangan yang indah ini membuat mata Rio tambah menyalang-nyalang bernafsu.

Tangan Rio mencengkeram kerah blus yang kukenakan. Satu persatu dibukanya kancing penutup blusku. Setelah kancing-kancing blusku terbuka semua, ditariknya blusku itu ke atas.

Kemudian dengan sekali sentakan, ditariknya lepas tali pengikat BH-ku, sehingga buah dadaku yang membusung itu terhampar bebas di depannya.

“Wow! Elu punya toket bagus gini kok tidak bilang-bilang, Mer! Auum!” Rio langsung melahap buah dadaku yang ranum itu. Gelitikan-gelitikan lidahnya pada ujung puting susuku membuatku menggerinjal-gerinjal kegelian.

Tapi aku tidak mampu berbuat apa-apa. Semakin keras aku meronta-ronta tampaknya ikatan tanganku semakin kencang. Sakit sekali rasanya tanganku ini. Jadi aku hanya membiarkan buah dada dan puting susuku dilumat Rio sebebas yang ia suka.

Aku hanya bisa menengadahkan kepalaku menghadap langit-langit, memikirkan nasibku yang sial ini.

“Aaarrghh… Rio! Jangaannn..!” Lamunanku buyar ketika terasa sakit di selangkanganku. Ternyata Rio mulai menghujamkan kemaluannya ke dalam kewanitaanku.

Tambah lama bertambah cepat, membuat tubuhku tersentak-sentak ke atas. Melihat aku yang sudah tergeletak pasrah, memberikan rangsangan yang lebih hebat lagi pada Rio.

Dengan sekuat tenaga ia menambah dorongan kemaluannya masuk-keluar dalam kewanitaanku. Membuatku meronta-ronta tak karuan.

“Urrgh…” Akhirnya Rio sudah tidak dapat menahan lagi gejolak nafsu di dalam tubuhnya. Kemaluannya menyemprotkan cairan-cairan putih kental di dalam kewanitaanku.

Sebagian berceceran di atas sprei sewaktu ia mengeluarkan kemaluannya, bercampur dengan darah yang mengalir dari dalam kewanitaanku, menandakan selaput daraku sudah robek olehnya. Karena kelelahan, tubuh Rio langsung tergolek di samping tubuhku yang bermandikan keringat dengan nafas terengah-engah.

“Braak!” Aku dan Rio terkejut mendengar pintu kamar terbuka ditendang cukup keras. Lega hatiku melihat siapa yang melakukannya.

“Papa!”

“Rio! Apa-apa sih kamu ini?! Cepat kamu bebaskan Merry!”

Ah, akhirnya neraka jahanam ini berakhir juga, pikirku. Rio mematuhi perintah ayahnya. Segera dibukanya seluruh ikatan di tangan dan kakiku. Aku bangkit dan segera berlari menghambur ke arah ayah tiriku.

“Sudahlah, Mer. Maafin Rio ya. Itu kan sudah terjadi”, kata ayah tiriku menenangkan aku yang terus menangis dalam dekapannya.

“Tapi, Pa. Gimana nasib Meriska? Gimana, Pa? Aaahh… Papaa!” tangisanku berubah menjadi jeritan seketika itu juga tatkala ayah tiriku mengangkat tubuhku sedikit ke atas kemudian ia menghujamkan kemaluannya yang sudah dikeluarkannya dari dalam celananya ke dalam kewanitaanku.

“Aaahh… Papaa… Jangaaan!” Aku meronta-ronta keras. Namun dekapan ayah tiriku yang begitu kencang membuat rontaanku itu tidak berarti apa-apa bagi dirinya.

Ayah tiriku semakin ganas menyodok-nyodokkan kemaluannya ke dalam kewanitaanku. Ah! Ayah dan anak sama saja, pikirku, begitu teganya mereka menyetubuhi anak dan kakak tiri mereka sendiri.

Aku menjerit panjang kesakitan sewaktu Rio yang sudah bangkit dari tempat tidur memasukkan kemaluannya ke dalam lubang anusku.

Aku merasakan rasa sakit yang hampir tak tertahankan lagi. Ayah dan kakak tiriku itu sama-sama menghunjam tubuhku yang tak berdaya dari kedua arah, depan dan belakang.

Akibat kelelahan bercampur dengan kesakitan yang tak terhingga akhirnya aku tidak merasakan apa-apa lagi, tak sadarkan diri. Aku sudah tidak ingat lagi apakah Rio dan ayahnya masih mengagahiku atau tidak setelah itu.

Beberapa bulan telah berlalu. Aku merasa mual dan berkali-kali muntah di kamar mandi. Akhirnya aku memeriksakan diriku ke dokter.

Ternyata aku dinyatakan positif hamil. Hasil diagnosa dokter ini bagaikan gada raksasa yang menghantam wajahku. Aku mengandung?

Kebingungan-kebingungan terus-menerus menyelimuti benakku. Aku tidak tahu secara pasti, siapa ayah dari anak yang sekarang ada di kandunganku ini. Ayah tiriku atau Rio. Hanya mereka berdua yang pernah menyetubuhiku. Aku bingung, apa status anak dalam kandunganku ini. Yang pasti ia adalah anakku. Lalu apakah ia juga sekaligus adikku alias anak ayah tiriku?  Ataukah ia juga sekaligus keponakanku sebab ia adalah anak adik tiriku sendiri? Tolongkah aku, wahai pembaca yang budiman! Demikianlah cerita seks panas MENYIKSA SPG dan DIPERKOSA KOK KEENAKAN oleh cerita sex hot