Cerita panas Terbaru – Cerita Seks Panas ini adalah cerita seks Indonesia.. Aku adalah seorang dosen pasca sarjana yang mengajar dan memberi seminar di mana-mana, Aku tinggal di Bogor dan hidup cukup bahagia dengan keluargaku. Suatu ketika, sedang iseng-iseng bermain dengan internet, aku temukan dia, perempuan ini bernama Mila, (aku harap ini nama sebenarnya). Mempunyai keinginan birahi yang nyaris serupa denganku yaitu bermain dengan tali. Dalam chat dan e-mail aku berhasil mengetahui bahwa dia bekerja di suatu hotel di Yogya sebagai Sales Manager. Hemm, kebetulan 2 minggu lagi aku mesti memberikan seminar 2 hari di universitas Undip Semarang. Tak sabar menunggu hari itu, masih asyik aku mengorek informasi melalui e-mail. Kami bahkan bertukar photo (tentu saja aku tidak mengirim photo yang sebenarnya), Mila bahkan sempat mengirim photonya ketika dia diikat oleh GMnya. Oh ya, menurut pengakuannya umurnya 34 tahun, Mila sudah 3 tahun menikah dengan seorang penerbang yang bekerja di maskapai multinasional yang bermarkas di Hong Kong. Pertemuan dengan suaminya nyaris hanya 2 minggu sekali. Mila mempunyai hubungan khusus dengan laki-laki yang sudah lama ia kenal dan mengaku selama itulah dia mengagumi Mila, kira-kira sejak pertemuan mereka yang mana Mila menjadi anak buahnya 7 tahun yang lalu di Bali. Laki-laki itu sekarang merekrut Mila sebagai Sales Managernya. Laki-laki itu (GMnya), menikah dengan manager personalia sebuah bank di Semarang, tidak tinggal bersama karena karir. Sehingga saat dia tidak pulang ke Semarang, Milalah yang mengisi kekosongannya itu. “Yogya, Yogya, ayo mas, yang ini sudah mau berangkat mas,!” Suara kenek itu membuyarkan lamunanku, baru tuntas seminar dan agak lelah aku bersiap-siap ke Yogya; biasanya langsung naik bis Nusantara atau Ramayana ke Yogya dan berhenti di Ringroad ke rumah keluarga, ortu dan adikku tinggal. Tapi saat ini aku sudah punya niat lain, aku akan menculik si Mila yang ngegemesin dan selalu mengganggu pikiranku, sudah sebulan lebih ini aku selalu main internet khusus untuk bisa baca tulisannya atau lihat foto hornynya. Jadi bis berhenti di Ringroad juga tetapi aku langsung ke jalan Solo, ke hotel berbintang lima itu, memang diam-diam aku membawa foto ke paranormal dan beliau katakan nama hotelnya. Hotel tempatnya bekerja berdiri tepat bersebelahan dengan hotelku.
Setelah aku check in di hotelku, aku datang ke hotelnya. Hari sudah sore aku tahu persis bahwa Mila itu pasti sudah pulang, jadi rencana akan dijalankan besok. Dari hotel aku naik taksi ke Alfa dan membeli beberapa gulungan tali pramuka yang berwarna putih. Juga sebungkus lilin murahan. Tentunya juga gunting yang cukup tajam, mau beli jepitan baju dari kayu nggak ada, jadi beli yang dari plastik aja tapi ada lubangnya sehingga bisa dimasukin tali. Esok harinya after breakfast aku mendatangi hotelnya, yang hanya 25 meter dari hotelku. Aku tanya sama Mbak yang di resepsionis dan katanya Mila kantornya itu tuh yang dekat GM nya katanya dengan sinis (mungkin dia nggak pernah diperhatikan sang GM). Dengan berpakaian necis lengkap dengan dasi dengan confident aku datangi kamar kerjanya Mila. “Wah orangnya tepat seperti yang di photo yang dikirimnya rambutnya panjang terurai di bahunya, kulitnya putih wajah paduan cina jawa, tinggi badannya 170cm beratnya mungkin 58 kg, padat bodynya..hmm!” Mila berdiri dan kami bersalaman; hatiku sangat bersyukur. Segera aku menguasai diri dan memperkenalkan diri bahwa aku adalah Steering Comitte dari suatu seminar internasional mengenai Lingkungan Hidup dan berminat menyewa 50 kamar dan ruang sidang untuk seminggu penuh. Mila menjelaskan harganya dan menanyakan kapan acaranya akan dimulai. Singkatnya urusan detil seminarku sudah beres (padahal seminar itu rekayasaku belaka). Mila menjelaskan panjang lebar tentang paket seminar dengan segala fasilitasnya sambil sesekali melemparkan senyum manisnya,. aku semakin kagum, lalu.. “Bagaimana kalau proposalnya bisa Dik Mila antarkan ke hotel Ane?” umpanku sambil menyebut hotel tempatku tinggal. “Mengapa Bapak tidak tinggal di sini?” tanya Mila. “Lho maunya memang begitu, tapi kata resepsionis tadi kamar sudah penuh” balasku. “Betul Pak, mungkin besok Bapak bisa menginap disini dan bersedia mencoba pelayanan kami di sini?” “Boleh saja,.!” jawabku sambil mengharapkan ‘pelayanan’ yang lain. “Ane bookingkan ya Pak,!” aku mengangguk sambil menyembunyikan kekagumanku akan ketertarikanku padanya. Mila tidak cantik, dia menarik dan menawan.
Baca Juga Cerita Seks panas : Ibu Mertua Memang Hot dan Tante Birahi Toket
Lalu Mila berjanji akan mengantarkan proposalnya besok jam 10.30 pagi. Keesokannya telpon di kamar suiteku berbunyi, oh rupanya Mila sudah datang. “Mila mau langsung ke atas? Ini kamar suitenya bagus lho, ada istri Ane juga, biar Ane kenalkan sekalian!” “Oh ya, kebetulan Ane belum pernah lihat kamar suite di hotel ini, sebentar aja ya Pak” sahut dari seberang telpon. Sampai di suite roomku, aku silakan Mila duduk. Mila terlihat sangat manis dengan senyumnya yang mempesona. Hari ini Mila mengenakan blus berwarna biru terang mengkilap berlengan panjang dengan model kerah shanghai dengan kancing putih yang berbaris rapih dari leher hingga nyaris ujung bajunya, memakai rok hitam serta menggenggam HP Nokia 3650 warna Biru Kuning, di pergelangan tangan kirinya ada arloji berbentuk gelang. Di tangan kanannya ada karet pengikat rambut berwarna hitam, dan kutawarkan minuman, dia memilih apple juice kesukaannya. Kutuangkan dalam gelas yang sudah kucampur obat tidur yang kubeli kemarin dari toko obat Eng Tay Ho di Malioboro. “Ibu di mana Pak,” tanya Mila seraya meminum juicenya “Oh, ada di kamar mandi..” “Buu,.. buu..!” teriakku seolah-olah ada dia di sana. Mila meneguk kembali minumannya sampai hampir habis dan betul juga kata si engkoh, Mila langsung tertidur di sofa ruang tamu. Setelah pintu kukunci, aku langsung beraksi, pertama kubuka bajunya yang selalu nampak ketat, mulai kancing bawah hingga ke atas lalu BH Triump nya yang no 36, rok hitam yang 10 cm di atas lutut, dan terakhir CD merk Sloggy yang nampak bersih. Selanjutnya aku mulai menerapkan cara ikatan yang kuintip dari internet. Katanya yang paling canggih itu yang dari Jepang namanya Karada. Teorinya dari badan dulu, tapi aku takut dia terbangun, jadi biaraman tangannya dulu. Tangan kiri kuikat erat pergelangannya, juga tangan kanan. Lalu kedua tangannya dibawa ke punggung dan satu sama lain diikat dengan jenis yang mengunci (seperti laso, makin bergerak makin erat) dan dihubungkan dengan tali lagi ke leher ah jangan kasihan nanti bisa tercekik. Walaupun nggak ada di teori tali yang mustinya ke leher kuteruskan dari leher ke depan melewati susu dan di bawah buah dada di lingkarkan dan diikat erat sampai dadanya membusung seperti gunung merapi mau meletus. Agar kakinya nggak menendang walaupun masih pakai sepatu Edward Forrer dari Bandung dengan hak 7 cm dan ada talinya melingkar manis di pergelangan kaki itu juga diikat erat pakai tali lain. Sepatu ini yang dinamakan dia sepatu sexy.. dalam beberapa e-mailnya. Trus ikut teori aja, tali yang di buah dada diteruskan kebawah lewat vagina dan keatas lagi di belakang dan diikatkan ke tangannya yang dipunggung. Memastikan Mila sudah terikat erat, aku langsung menggendongnya, “Oops, lumayan juga beratnya..!” lalu meletakkannya di tempat tidur dalam posisi miring, karena tangannya terikat ke belakang. Aku tutup dan mengunci pintu yang menghubungkan ruang tamu dengan kamar tidurku. Aku cape juga mengerjakannya dan menggendongnya, sampai tertidur di sebelah Mila. Aku terbangun oleh suara makian wanita. “Shit, ugh! Apaan ini!?” Mila dengan wajah ketakutan melihat tubuhnya yang berbusana tali. Yes my dream comes true! Pikirku. aku berhasil mengikat Mila, dan ia terbangun sambil memaki-maki, “Pak, sadar Pak.. Ibu ada di kamar mandi.. berani-beraninya berbuat begini pada Ane” teriak Mila sambil meronta-ronta berusaha membuka ikatannya. “Lepaskan aku, let me go! To..” Takut terdengar kamar sebelah sebelum Mila berhasil berteriak minta tolong, dengan gerak cepat kuambil lakban perak di meja tempat tidurku, “..srett” dan kusumbatkan ke mulutnya, “mmhh!! mmhh!!”. Mila mulai mengeliat mencoba membebaskan dirinya, akan tetapi semakin tangannya bergerak maka semakin kencang juga ikatan yang ada di buah dadanya yang gede itu. Matanya melotot marah, ia terlihat kesakitan tapi mungkin ia menikmati juga.
“Oh Mila Aneng, istriku memang ada di kamar mandi, tapi di rumahnya di Bogor,” jerit tawaku yang kubuat seram. “Permainan baru akan dimulai Mila” kataku dengan tegas. “Uugh, mmh, awwh!!” Mila hanya bisa mengeluh tanpa suara. Matanya mulai berkaca-kaca dan kelihatan putus asa. Aku mulai bekerja jepitan baju kupasang di kedua putingnya dan dihubungkan dengan tali kecil yang nyambung ke tangan yang dipunggung. Mila meronta-ronta menggerakkan tangannya mencoba untuk melepaskan ikatannya, tapi hasilnya adalah ikatan di buah dadanya semakin menyakitkan, juga putingnya menjadi tertarik oleh jepitan baju dan menambah rasa sakit. Masih belum puas aku meneteskan lilin panas pada jarak 40 cm dari buah dadanya, ternyata ia tidak terlalu kesakitan maka kudekatkan jadi jarak 20 cm ia menggeliat, meronta mmh,.! ugh,.! semakin terikat dan makin sakit dan ia telah melewati entah orgasme yang keberapa kalinya melalui tali yang melilit melalui vagina dan anusnya. Akhirnya Mila nampak memelas sekali seperti minta diampuni, mungkin karena sudah terlalu lelah meronta-ronta dan orgasme. “Kamu akan Ane lepaskan kalau mau ngemut punyaku dan minum sampai bersih, ok?” Matanya mengedip lemah. Tapi aku belum puas, aku berubah pikiran, apalagi buah zakarku yang sangat bersemangat sudah menunjuk-nunjuk ke Mila! Aku membuka ritsluiting celana kemudian melepaskan ikatan di kakinya yang rapat itu lalu pergelangan kakinya yang masih terikat dengan sepatu yang sexy itu kusambungkan ke kaki tempat tidur sehingga Mila terlentang dalam posisi tangan terikat ke belakang sementara kakinya terikat terlentang. Penisku 16cm itu masuk dengan paksa ke vaginanya yang ternyata sudah bercairan. Masuk, keluar, masuk, keluar, berkali-kali hingga spermaku muncrat. Aku terbaring lunglai, di atas tubuh Mila yang berbusana tali itu, setelah mencapai puncaknya, “Good Girl” kataku sambil memegang kepalanya seperti aku menyayang-nyayang anjing keAnenganku si Bonci. Mila pingsan tak sadarkan diri. Segera aku membersihkan tubuhnya sekedarnya dengan handuk yang kubasahi, memakaikan pakaiannya lengkap dengan blus biru kerah shanghainya, mengancingi blusnya berurutan rapi.
Memakaikan CD setelah spermaku kubersihkan. Aku ganti ikatannya dengan lakban perak, meliliti tubuhnya yang berbusana, membelenggu kembali tangannya kebelakang, kakinya aku satukan lagi dengan lakban yang sama, kaki yang bersepatu yang sexy (itu sebutannya di e-mail) itu aku kulum dengan gemas. Memastikan tangan kakinya sudah terikat, serta mulutnya sudah tersumbat, aku utak atik HPnya mencari tahu nomor HPnya lalu serta merta mematikannya, kulihat banyak miss call dan SMS, beberapa dari GMnya “Mami, sudah jam 5 sore kok belum kembali. Sales Call, posisi?” ada 4 SMS yang bernada serupa. Kumatikan HPnya supaya dia jangan sampai bisa SMS untuk minta tolong, juga aku cabut kabel telpon di kamarku. Mila mulai siuman, kemudian kuperlihatkan handycam yang tadi telah di pasang pada tempat tersembunyi. Aku mengancam jika bilang siapa-siapa, rekaman ini akan aku upload ke bondage.com, bondagegirl.com, 17tahun.com atau situs-situs lainnya, bahkan bisa kuperbanyak dan kujual kuedarkan. Matanya kutatap, berkaca-kaca, Mila meronta-ronta kali ini apa daya lakban perak sudah mengikat erat dan merekat di tubuhnya, Mila menangis tersedu-sedu, putus asa dan pasrah. Semalaman penuh Mila kugarap sedemikian rupa, karena aku akan check out besok pagi, jadi malamnya aku perkosa hingga dia pingsan lagi. Keesokan harinya, waktu menunjukkan pukul 6.00 pagi. Aku tinggalkan dia di kamarku dengan tubuhnya yang berbusana namun tetap terikat lilitan lakban perak, kubiarkan tanda Do Not Disturb menggantung di pintu kamarku. Aku langsung kembali ke Bandung dengan KA Argowilis. Di KA sambil menikmati hasil rekaman video pada laptopku, aku menyiapkan cerita ini dan kukirimkan kepadanya lewat e-mail sehingga dia tahu siapa sebenarnya yang ‘telah memperkosanya’. Entah bagaimana dia bisa melepaskan ikatannya, menjadi misteri sendiri.
Baca Juga Cerita Seks Panas : Gairah Tante Kesepian Pengen Ngentot
SKANDAL ADIK IPAR DI DALAM KELUARGA
Kehidupan terus berjalan, Usia kandungan istri saya menginjak bulan ke-4, Tahu sendirilah bagaimana kondisi perempuan kalau sedang hamil muda. Bawaannya malas melulu. Tapi untuk urusan pekerjaan dia sangat bersemangat. Dia memang pekerja yang ambisius. Berdedikasi, disiplin, dan penuh tanggung jawab. Karena itu jadwal keluar kota tetap dijalani. Kualitas hubungan seks kami makin buruk. Dia seakan benar-benar tak ingin disentuh kecuali pada saat benar-benar sedang relaks. Saya juga tak ingin memaksa. Karenanya saya makin sering beronani diam-diam di kamar mandi. Kadang-kadang saya kasihan terhadap diri sendiri. Kata-kata Mbak Maya sering terngiang-ngiang, terutama sesaat setelah sperma memancar dari penis saya. “Kacian adik iparku ini..” Tapi saya tak punya pilihan lain. Saya tak suka “jajan”. Maaf, saya agak jijik dengan perempuan lacur. Tiap kali beronani, yang saya bayangkan adalah wajah Mbak Maya atau si bungsu Rosi, bergantian. Rosi telah tumbuh menjadi gadis yang benar-benar matang. Montok, lincah. Cantik penuh gairah, dan terkesan genit. Meskipun masih bersikap manja terhadap saya, tetapi sudah tidak pernah lagi bergayutan di tubuh saya seperti semasa saya ngapelin kakaknya. Saya sering mencuri pandang ke arah payudaranya. Ukurannya sangat saya idealkan. Sekitar 34. Punya istri saya sendiri hanya 32. Seringkali, di balik baju seragam SMU-nya saya lihat gerakan indah payudara itu. Keinginan untuk melihat payudara itu begitu kuatnya. Tapi bagaimana? Mengintip? Di mana? Kamar mandi kami sangat rapat. Letak kamar saya dengannya berjauhan. Dia menempati kamar di sebelah gudang. Yang paling ujung kamar Mak Jah, pembantu kami. Setelah kamar Mayang, kakak Rosi, baru kamar saya. Kamar kami seluruhnya terbuat dari tembok. Sehingga tak mugkin buat ngintip. Tapi tunggu! Saya teringat gudang. Ya, kalau tidak salah antara gudang dengan kamar Rosi terdapat sebuah jendela. Dulunya gudang ini memang berupa tanah kosong semacam taman. Karena mertua butuh gudang tambahan, maka dibangunlah gudang. Jendela kamar Rosi yang menghadap ke gudang tidak dihilangkan. Saya pernah mengamati, dari jendela itu bisa mengintip isi kamar Rosi. Sejak itulah niat saya kesampaian.
Saya sangat sering diam-diam ke gudang begitu Rosi selesai mandi. Memang ada celah kecil tapi tak cukup untuk mengintip. Karenanya diam-diam lubang itu saya perbesar dengan obeng. Saya benar-benar takjub melihat sepasang payudara montok dan indah milik Rosi. Meski sangat jarang, saya juga pernah melihat kemaluan Rosi yang ditumbuhi bulu-bulu lembut. Tiap kali mengintip, selalu saya melakukan onani sehingga di dekat lubang intipan itu terlihat bercak-bercak sperma saya. Tentu hanya saya yang tahu kenapa dan apa bercak itu. Keinginan untuk menikmati tubuh Rosi makin menggelayuti benak saya. Tetapi selalu tak saya temukan jalan. Sampai akhirnya malam itu. Mertua saya meminta saya mendampingi Rosi untuk menghadiri Ultah temannya di sebuah diskotik. Ibu khawatir terjadi apa-apa. Dengan perasaan luar biasa gembira saya antar Rosi. Istri saya menyuruh saya membawa mobil. Tapi saya menolak. “Kamu kan harus detailing. Pakai saja. Masa orang hamil mau naik motor?” Padahal yang sebenarnya, saya ingin merapat-rapatkan tubuh dengan Rosi. Kami berangkat sekitar pukul 19.00. Dia membonceng. Kedua tangannya memeluk pinggang saya. Saya rasakan benda kenyal di punggung saya. Jantung saya berdesir-desir. Sesekali dengan nakal saya injak pedal rem dengan mendadak. Akibatnya terjadi sentakan di punggung. Saya pura-pura tertawa ketika Rosi dengan manja memukuli punggung saya. “Mas Andy genit,” katanya. Pada suatu ketika, mungkin karena kesal, Rosi bahkan tanpa saya duga sengaja menempelkan dadanya ke puggung saya. Menekannya. “Kalau mau gini, bilang aja terus terang,” katanya. “Iya iya mau,” sahut saya. Tidak ada tanggapan. Rosi bahkan menggeser duduknya, merenggang. Sialan.
Malam itu Rosi mengenakan rok span ketat dan atasan tank top, dibalut jaket kulit. Benar-benar seksi ipar saya ini. Di diskotik telah menunggu teman-teman Rosi. Ada sekitar 15-an orang. Saya membiarkan Rosi berabung dengan teman-temannya. Saya memilih duduk di sudut. Malu dong kalau nimbrung. Sudah tua, ihh. Saya hanya mengawasi dari kejauhan, menikmati tubuh-tubuh indah para ABG. Tapi pandangan saya selalu berakhir ke tubuh Rosi. She is the most beautiful girl. Di antara saudara istri saya Rosi memang yang paling cantik. Tercantik kedua ya Mbak Maya, baru Yeni, istri saya. Mayang yang terjelek. Tubuhnya kurus kering sehingga tidak menimbulkan nafsu. Sesekali Rosi menengok ke arah tempat duduk saya sambil melambai. Saya tersenyum mengangguk. Mereka turun ke arena. Sekitar tiga lagu Rosi menghampiri saya. “Mas Andy udah pesan minum?” tanyanya. Dagu saya menunjuk gelas berisi lemon tea di depan saya. Saya tak berani minum minuman beralkohol, meski hanya bir. Saya pun bukan pecandu. “Kamu kok ke sini, udah sana gabung temen-temen kamu,” kata saya. Janjinya Rosi dkk pulang pukul 22.00. Tadi ibu mertua juga bilang supaya pulangnya jangan larut. “Nggak enak liat Mas Andy mencangkung sendirian,” kata Rosi duduk di sebelah saya. “Sudah nggak pa-pa.” “Bener?” Saya mengangguk, dan Rosi kembali ke grupnya. Habis satu lagu, dia mendatangi saya. Menarik tangan saya. Saya memberontak. “Ayo. Nggak apa-apa, sekalian saya kenalin ama temen-temen. Mereka juga yang minta kok.” Saya menyerah. Saya ikut saja bergoyang-goyang. Asal goyang. Dunia diskotik sudah sangat lama tidak saya kunjungi. Dulupun saya jarang sekali. Hampir tidak pernah. Saya ke diskotik sekedar supaya tahu saja kayak apa suasananya. Sesekali tangan Rosi memegang tangan saya dan mengayun-ayunkannya. Musik bener-benr hingar-bingar. Lampu berkelap-kelip, dan kaki-kaki menghentak di lantai disko. Sesekali Rosi menuju meja untuk minum. Menjelang pukul 22.00 sebagian teman Rosi pulang. Saya segera mengajak Rosi pulang juga. “Bentar dong Mas Andy, please,” kata Rosi. Astaga. Tercium aroma alkohol dari mulutnya. “Heh. Kamu minum apa? Gila kamu. Sudah ayo pulang.” Segera saya gelandang dia. “Yee Mas Andy gitu deh.” Dia merajuk tapi saya tak peduli. Ruangan ini mulai menjemukan saya. “Udah dulu ya bro, sis.
Satpam ngajakin pulang neh.” “Satpam-mu itu.” Saya menjitak lembut kepala Rosi. Rosi memang minum alkohol. Tak tahu apa yang diminumnya tadi. Dia pun terlihat sempoyongan. Saya jadi cemas. Takut nanti kena marah mertua. Disuruh jagain kok tidak bisa. Tapi ada senangnya juga sih. Rosi jadi lebih sering memeluk lengan saya supaya tidak sempoyongn. Kami menuju tempat parkir untuk mengambil motor. Saya bantu Rosi mengenakan jaket yang kami tinggal di motor. Saya bantu dia mengancing resluitingnya. Berdesir darah saya ketika sedikit tersentuk bukit di dadanya. “Hayoo, nakal lagi,” katanya. “Hus. Nggak sengaja juga.” “Sengaja nggak pa-pa kok Mas.” Omongan Rosi makin ngaco. Dia tarik ke bawah resluitingnya. Dan sebelum saya berkomentar dia sudah berkata, “Masih gerah. Ntar kalau dingin Rosi kancingin deh.” Segera mesin kunyalakan, dan motor melaju meninggalkan diskotik SO. Sungguh menyenangkan. Rosi yang setengah mabuk ini seakan merebahkan badannya di punggung saya. Kedua tangannya memeluk erat perut saya. Jangan tanya bagaimana birahi saya. Penis saya menegang sejak tadi. Dagu Rosu disadarkan ke pundak saya. Lembut nafasnya sesekali menyapu telinga saya. Saya perlambat laju motor. Benar-benar saya ingin menikmati. Lalu saya seperti merasa Rosi mencium pipi saya. Saya ingin memastikan dengan menoleh. Ternyata memang dia baru saja mencium pipi saya. Bahkan selanjutnya dia mengecup pipi saya. Saya kira dia benar-benar mabuk. “Mas Andy, Rosi pengin pacaran dulu,” katanya mengejutkan saya. “Pacaran sama Mas Andy? Gila kamu ya.” Penis saya makin kencang. “Mau enggak?” “Kamu mabuk ya?” Dia tak menjawab. Hanya pelukannya tambah erat. “Mas..” “Hmm” “Mas masih suka coli?” “Hus. Napa sih?” “Pengen tahu aja. Mbak Yeni nggak mau melayani ya?” “Tahu apa kamu ini.” Saya sedikit berteriak. Saya kaget sendiri. Entah kenapa saya tidak suka dia omong begitu, Mungkin reflek saja karena saya dipermalukan. “Sorry. Gitu aja marah.” Rosi kembali mencium pipi saya. Bahkan dia tempelkan terus bibirnya di pipi saya, sedikit di bawah telinga. “Saya horny Ros.” “Kapan? Sekarang? Ahh masak. Belum juga diapa-apain” Saya raih tangannya dan saya taruh di penis saya yang menyodok celana saya. Terperanjat dia. Tapi diam saja. Tangannya merasakan sesuatu bergerak-gerak di balik celana saya. “Pacaran ama Rosi mau nggak?” kata Rosi. Aroma alkohol benar-benar menyengat.
Baca JUga Cerita Mesum Hot : Mertuaku Yang Luar Biasa
“Di mana? Lagian udah malam. Nanti Ibu marah kalau kita pulang kemalaman.” “Kalau ama Mas Andy dijamin Ibu gak marah.” “Sok tahu.” “Bener. Ayuk deh. Ke taman aja. Tuh deket SMA I ajak. Asyik lagi. Bentar aja.” Tanpa menunggu perintah, motor saya arahkan ke Taman KB di seberang SMU I. Taman ini memang arena asyik bagi mereka yang seang berpacaran. Meski di sekitarnya lalu lintas ramai, tapi karena gelap, yaa tetap enak buat berpacaran. Kami mencari bangku kosong di taman. Sudah agak sepi jadi agak mudah mencarinya. Biasanya cukup ramai sehingga banyak yang berpacaran di rumputan. Begitu duduk. Langsung saja Rosi merebahkan kepalanya di dada saya. Saya tak mengira anak ini akan begini agresif. Atau karena pengaruh alkohol makin kuat? Entahlah. Kami melepas jaket dan menaruhnya di dekat bangku. “Kamu kan belum punya pacar, kok sudah segini berani Ros?” tanya saya. “Enak aja belum punya pacar.” Dia protes. “Habis siapa pacar kamu?” Saya genggam tangannya. Dia mengelus-elus dada saya. “Yaa ini.” Dia membuka kancing kemeja saya. Saya makin yakin dia diracuni alkohol. Tapi apa peduli saya. Inilah saatnya. Saya kecup keningnya. Matanya. Hidung, pipi, lalu bibirnya. Dia tersentak, dan memberikan pipinya. Saya kembali mencari bibirnya. Saya kecup lagi perlahan. Dia diam. Saya kulum. Dia diam saja. Benarkah anak ini belum pernah berciuman bibir dengan cowok? “Kamu belum pernah melakukan ya?” kata saya. Dia tak menjawab. Saya cium lagi bibirnya. Saya julurkan lidah saya. Tangannya meremas pinggang saya. Saya hisap lidahnya, saya kulum. Tangan saya kini menjalar mencari payudara. Dia menggelinjang tetapi membiarkan tangan saya menyusiup di antara celah BH-nya. Ketika saya menemukan bukit kenyal dan meremasnya, dia mengerang panjang. Kedua kakinya terjatuh dari bangku dan menendang-nendang rumputan. Saya buka kancing BH-nya yang terletak di bagian depan. Saya usap-usap lembut, ke kiri, lalu ke kanan. Saya remas, saya kili-kili. Dia mengaduh. Tangannya terus meremasi pinggang dan paha saya. “Mas Andy..” “Hmm” “Please.. Please.” Saya mengangsurkan muka saya menciumi bukit-bukit itu. Dia makin tak terkendali. Lalu, srrt srrt..srrt. Sesuatu keluar dari penis saya. Busyet. Masa saya ejakulasi? Tapi benar, mani saya telah keluar. Anehnya saya masih bernafsu. Tidak seperti ketika bersetubuh dengan Yeni. Begitu mani keluar, tubuh saya lemas, dan nafsu hilang. Saya juga masih merasakan penis saya sanggup menerima rangsangan. Saya masih menciumi payudara itu, menghisap puting, dan tangan saya mengelus paha, menyelinap di antara celap CD.
Membelai bulu-bulu lembut. Menyibak, dan merasakan daging basah. Mulut Rosi terus mengaduh-aduh. Saya rasakan kemaluan saya digeggamnya. Diremas dengan kasar, sehingga terasa sakit. Saya perlu menggeser tempat duduk karena sakitnya. Agaknya dia tahu, dan melonggarkan cengkeramannya. Lalu dia membuka resluiting celana saya, merogoh isinya. Meremas kuat-kuat. Tapi dia berhenti sebentar. “Kok basah Mas?” tanyanya. Saya diam saja. “Ehh, ini yang disebut mani ya?” Sejenak situasi kacau. Ini anak malah ngajak diskusi sih. Dia cium penis saya tapi tidak sampai menempel. Kayaknya dia mencoba membaui. “Kok gini baunya ya? Emang kayak gini ya? “Heeh,” jawab saya lalu kembali memainkan kelaminnya. “Asin juga ya?” Dia mengocok penis saya dengan tangannya. “Pelan-pelan Ros. Enakan kamu ciumin deh,” kata saya. Tanpa perintah lanjutan Rosi mencium dan mengulum penis saya. Uhh, kasarnya minta ampun, Tidak ada enaknya. Jauhh dengan yang dilakukan Mbak Maya. Berkali-kai saya meminta dia untuk lebih pelan. Bahkan sesekali dia menggigit penis saya sampai saya tersentak. Akhirnya saya kembali ejakulasi. Bukan oleh mulutnya tapi karena kocokan tangannya. Setelah itu sunyi. Saya lemas. Saya benahi pakaian saya. Dia juga membenahi pakaiannya. Tampaknya dia telah terbebas dari pengaruh alkohol. Wajahnya yang belepotan mani dibersihkan dengan tissu. “Makasih pelajarannya ya Mas.” Dia mengecup pipi saya. “Tapi kamu janji jaga rahasia kan?” Saya ingin memastikan. “Iyaah. Emang mau cerita ama siapa? Bunuh diri?” “Siapa tahu. Pokoknya just for us! Nobody else may knows.” Dia mengangguk.
Kami bersiap-siap pulang. Sepanjang perjalanan dia memeluk erat tubuh saya. Menggelendot manja. Dan pikiran waras saya mulai bekerja. Saya mulai dihinggapi kecemasan. “Ros..” “Yaa” “Kamu nggak jatuh cinta ama Mas Andy kan? Everyting just for sex kan?” “Tahu deh.” “Please Ros. Kita nggak boleh keterusan. Anggap saja tadi kita sedang mabuk.” Saya menghentikan motor. “Iya deh.” “Bener ya? Ingat, Mas Andy ini suami Mbak Yeni.” Dia mengangguk mengerti. “Makasih Ros.” Saya kembali menjalankan motor. “Apa yang terjadi malam ini, tidak usahlah terulang lagi,” kata saya. Saya benar-benar takut sekarang. Saya sadari, Rosi masih kanak-kanak. Masih labil. Dia amat manja. Bisa saja dia lepas kendali dan tak mengerti apa arti hubungan seks sesaat. Lalu saya dengar dia sesenggukan. Menangis. Untunglah dia menepati janji. Segalanya berjalan seperti yang saya harapkan. Saya tak berani lagi mengulangi, meskipun kesempatan selalu terbuka dan dibuka oleh Rosi. Saya benar-benar takut akibatnya. Saya tidak mau menhancurkan keluarga besar istri saya. Tak mau menghancurkan rumah tangga saya. Saya hanya menikmati Rosi di dalam bayangan. Ketika sedang onani atau ketika sedang bersetubuh dengan Yeni. Sesekali saja saya membayangkan Mbak Maya. Demikianlah cerita bokep hot Ngentot Mila Dengan Nungging dan Skandal Adik Ipar