Cerita Seks, Cerita Hot, Cerita Skandal – Namaku Charles. Laki-laki. Aku lahir tahun 1975. Menurutku wajahku biasa saja, tapi bodyku cukup menarik bagi lawan jenisku. Tinggi 174 cm, padat berisi, berat 80 Kg. Ini bukan terlalu PD, tapi banyak wanita menyebutku “ganteng”. Padahal, wajahku banyak jerawat, dan bopeng. Aku jadi tidak mengerti, ganteng dari mana? Ah, tapi yang bisa menilai dengan obyektif gantengnya seorang laki-laki ‘kan wanita?
Aku tinggal di Pontianak, kota yang dilintasi garis khatulistiwa, sehingga suhunya selalu panas. Dan karena panasnya, banyak juga pemandangan yang bisa bikin panas di sini. Tertarik? Datang saja ke Pontianak. Cukup perkenalan denganku, kita lanjut perkenalan denganku di cerita lain.
Waktu aku baru pertama kali kenal situs ini, aku jadi tertarik untuk menceritakan kisah petualanganku yang tak mungkin kuceritakan kepada orang lain secara gamblang, jadi kalau ceritanya di sini, kan tidak malu dan tabu? Banyak lagi yang akan “mendengar” (membaca, maksudku). Sampai hari ini aku sudah mengencani 25 wanita. Dan akan saya ceritakan satu per satu yang menurutku paling asyik, seru, romantis, dan yang.. Anda tahulah apa kata yang cocok. Yang pasti ceritaku ini asli tanpa modifikasi, apalagi khayalan, kecuali khusus untuk nama tokoh dalam cerita ini.
Yang pertama akan kuceritakan kisah petualangan sex aku dengan seorang gadis bernama Tina, walaupun dia bukan yang pertama, tapi dia termasuk sepuluh besar yang tercantik dan memuaskan yang pernah kukencani. Kalau mau tahu, dia adalah wanita ke-21 (dua puluh satu)! Dia cantik, rambutnya panjang lurus sampai di bawah bahu, matanya indah, bulu matanya lentik, alisnya seperti punya Kris Dayanti. Hidungnya tidak terlalu mancung, biasa saja, standar orang Indonesia. Kulitnya agak gelap, bodynya boleh dikatakan pendek, hanya sebahu saya, tapi langsing, dengan pinggang yang ramping, pinggul yang indah, dan buah dadanya yang lumayan besar untuk ukuran badannya. (Cukup untuk diraba, diremas, dan dikulum). Senyumnya manis, selalu memperlihatkan jajaran giginya yang putih.
Berawal dari perkenalan kami di sebuah hotel yang ada fasilitas diskotek, karaoke dan bar. Di kala itu, tahun 1999, sudah menjadi hobby saya untuk mengunjungi karaoke dan bar, sekedar untuk bersantai, bernyanyi, “cuci mata” melihat ciptaan Tuhan yang indah-indah. Kebetulan dia juga mengunjungi tempat tersebut. Kami bertemu di bar, dia datang sendirian ke bar dan memesan minuman. Saya memandanginya dengan kagum karena dia cantik dan imut-imut. Dia memandang aku, pandangan kami bertemu, lalu aku tersenyum padanya. Diapun membalas senyumku. Mendapat respon yang positif, aku cepat-cepat melancarkan aksi untuk berkenalan.
“Hai. Charles…” kataku sambil menyodorkan tangan kananku untuk bersalaman.
“Hai, juga. Saya Tina…” jawabnya sambil menyambut salam tanganku.
Dapat kurasakan tangannya yang halus membuat aku gemetaran dan jantungku berdegub kencang, karena tiba-tiba “setan” dalam diriku berteriak sangat keras! “Huaa!” (Berkhayal Bagaimana rasanya kalau tangannya yang lembut itu menyentuh dan membelai tubuhku, apalagi memegang, meremas, dan mengocok penisku?)
“Tina…” aku mengulang.
“Tina datang sendiri aja?” lanjutku.
“Nggak, ama temen tuh lagi duduk di sana…” katanya sambil menunjuk ke temannya yang lagi cuek asik ngobrol.
Baca Juga Cerita Porno : Menjadi Pemuas Nafsu Birahi
Yang ditunjuk ada dua orang, yang satu laki-laki, yang lainnya perempuan.
“Yang mana? Yang cowok apa cewek?” tanyaku dengan sedikit cemas kalau-kalau dia sudah punya gandengan.
“Yang cewek…” jawabnya sambil menyedot Coke pesanannya.
“Ooh, kirain dateng ama cowok kamu…” kataku dengan nada pancing untuk meyakinkan dia belum punya gandengan.
“Nggak. Cowokku banyak, tapi malam ini nggak dengan cowok…” jawabnya dengan cuek.
“Alah Mak! Katanya, cowoknya banyak? Play Girl juga nih anak?” kataku dalam hati.
“Apa?” tanyanya.
“Nggak, hobby koleksi cowok yah?” tanyaku menggoda.
“Iya, kalau cuma satu, ntar bosan, mau mutusin, saya donk yang kebingungan?” jawabnya dengan cuek.
“Minta aampuun, ada pula cewek model gini di kota yang terkesan adem ayem ini?” kataku dalam hati cukup kaget dengan apa yang baru kutemukan.
“kalau boleh tahu, model cowok kayak apa yang memenuhi syarat jadi koleksimu? Aku memenuhi syarat, nggak?” tanyaku memancing.
Dia memandang aku dan menatapku dalam-dalam. Menyapukan pandangannya dari ujung rambut ke ujung kakiku dan balik lagi ke wajahku, tepatnya ke mataku. Dia tidak malu-malu beradu pandang denganku.
“Gile juga perempuan yang satu ini, liar bener!” kataku dalam hati.
Setelah itu, sambil menatapku dia tersenyum manis padaku. Aku merasa lega, karena mendapatkan tanda positif.
“Gimana?” tanyaku penuh penasaran.
Sambil beranjak dari tempat duduknya, tersenyum manis, dengan gaya berjalan yang agak genit karena goyangan pinggulnya agak dibuat-buat, dia berkata, “Kamu belum memenuhi syarat!”
“Haah?” jeritku dalam hati.
Tinggallah saya yang kebingungan sendiri, lidah kaku, tak bisa ngomong apa-apa, tenggorokan kering, sambil hanya bisa melihat dia berjalan melenggok menuju temannya, sambil menggoyangkan pinggulnya.
“Siial!!” teriakku dalam hati.
Aku berpaling ke meja bar dengan perasaan yang agak dongkol, dan meneguk minumanku. Biarkan sajalah, pikirku. Patah-tumbuh, hilang-berganti. Mati satu tumbuh seribu. Jamur kali ya?
Sambil meneruskan tujuanku kemari, cuci mata, aku mencoba mencari pemandangan lain yang indah. Musik disco mendentum penuh semangat di malam itu, namun akan lebih mantap jika saja suasana hatiku tidak dirusak perempuan tadi. Lima belas menit sudah berlalu. Dengan sisa mood-ku yang ada, setelah menghabiskan minumanku dan rokok sebatang, aku berencana akan pulang, atau jalan-jalan dulu keliling kota. Aku menyalakan rokok, kusedot dalam-dalam asap beracun itu, biarpun beracun, tapi nikmat rasanya. Tapi tiba-tiba bahuku ditepuk, lumayan keras, “PLAKP!” sampai aku terkaget-kaget sehingga terbatuk akibat dari asap rokok yang kusedot belum kukeluarkan.
“Uhuk.. Uhuk.. Uhukk..” Aku terbatuk-batuk.
“Uh, siapa si jahil sialan ini?” gumamku sambil berpaling mencari tahu siapa yang menepuk bahuku sampai aku terbatuk-batuk. Setelah berpaling, rupanya yang kutemukan adalah si Tina, cewek yang tadi menolakku tadi.
“Hai, kecewa berat ya, tadi ditolak saya?” tanyanya sambil senyum manis.
“Giile luh! Udah tahu, nanya lagi!? Sialan!” kataku dalam hati.
Tapi senyumnya yang manis itu, matanya yang indah itu, bulu matanya yang lentik itu, aduh! Hilang sudah dongkolku.
“Ng.. Nggak.. Cuma kaget aja, kamu tepuk bahuku kuat banget sih? Sampai aku terbatuk-batuk, mau bunuh aku yah?” kataku pura-pura marah.
“Sorry deh.. Saya nggak tahu kalau kamu lagi asik ngrokok. Jangan marah yah? Nih nomor HP saya, SMS saya yah? Saya mau pulang dulu, sudah ditunggu ama temenku…” katanya sambil menyodorkan secarik kertas berisi sebuah nomor HP.
“Kali ini mau ngerjain apa lagi nih cewek? Belum puas?” tanyaku dalam hati.
“Lho, katanya tadi aku nggak memenuhi syarat? Jadi ini untuk….” belum selesai aku ngomong dia memotong.
“Udah, jangan masukin ke hati, pokoknya, ntar SMS saya, OK? Daah aku pulang dulu…” katanya sambil mengedipkan mata kirinya membuat bulu matanya yang lentik seperti terkibas, lalu bergegas meninggalkan aku yang lagi-lagi kebingungan memegang kertas yang disodorkannya dan rokok yang masih berasap. Kubaca tulisan diatas kertas itu, tertera: “081156xx”. (Pembaca jangan kecewa, ini musti kurahasiakan. He he he..)
Sesuai rencanaku, aku pulang setelah menghabiskan sebatang rokok. Segera setelah mandi dan berganti pakaian, aku meraih HPku dan mulai mengetik SMS kepada Tina.
Aku: “Hai Tina, sudah bobok belum? Atau masih lagi jalan-jalan? CHARLES”
Tina: “Blon, lagi tiduran aja di kamar. Kamu lagi dimana?”
Aku: “Udah pulang. Sekarang lagi tiduran di kamar juga. Besok ada acara nggak?”
Tina: “Nggak ada. Mau ajak ke mana?”
“Nawarin untuk diajak kencan nih!” bisik hatiku.
Aku: “Mo nggak kita makan-makan, jalan-jalan. Jadi tambahin 1 lagi koleksi cowokmu. Kita kencan, gitu?”
Tina: “OK. Jam berapa? Temu di mana? Tapi tempatnya yang romantis yah?”
Aku: “Kamu aja yang atur, aku yang jadi executivenya.”
Tina: “OK. Saya sempet jam 8 malam. Tunggu di loby hotel Grd.”
Aku: “OK. Tapi kenapa nggak jemput ke rumahmu aja? Di mana rumahmu?”
Tina: “Rahasia. Pokoknya besok jangan telat, OK?”
Aku: “OK. C U tomorow.”
Pada waktu yang ditentukan, aku datangi tempat yang sudah dijanjikan. Dia sudah datang duluan. Dia tampil cantik sekali malam itu. Memakai jaket jeans hitam yang dikancing 2 kancing paling bawah, dengan dalaman baju kaos hijau ketat yang memperlihatkan bentuk payudaranya yang bulat indah menonjol terbungkus BH dibalik baju ketatnya. Sedangkan bawahannya celana jeans panjang ketat berwarna senada dengan jaketnya mempertontonkan bentuk pinggulnya yang melengkung indah serta pantatnya yang menonjol tampak padat berisi, juga bentuk pahanya yang tampak indah, ramping, serasi dengan bentuk tubuhnya yang mungil.
Dandanannya biasa saja, lipstick merah mawar, tanpa perona pipi, eye shadow, maupun bedak yang tebal, rambutnya terurai rapi. Hanya dengan itupun sudah terlihat cantik sekali. Ditambah dengan tas tangannya yang mungil, dia tampak sempurna sebagai gadis belia yang benar-benar manis. Melihatku, dia tersenyum lebar.
“Hai, sory telat…” kataku membuka pembicaraan sambil mengambil posisi duduk di sampingnya, di kursi kayu loby hotel itu.
“Nggak, kamu nggak telat kok. Tepat waktu…” balasnya sambil menatapku.
“Mau ke mana?” tanyaku.
“Udah, pokoknya, kamu aja yang bawa aku jalan. Aku ikut aja…” katanya sambil menepuk pahaku.
“OK. kalau gitu kita langsung jalan aja. Gak usah buang waktu lagi…” ajakku.
Dalam hatiku aku berkata, “supaya cepat sampai ke acara puncak, yang itu tuuh he.. He.. He..”
“Ngomong-ngomong tadi kamu datang dengan apa?” tanyaku sambil jalan.
“Diantar ama temen…” jawabnya.
“Wah! Cowokmu yah?” tanyaku cemas.
“Bukan. Udah ah.. Ayo jalan!” jawabnya sambil memeluk lenganku seperti sudah lama pacaran saja.
Singkatnya, aku ajak dia makan di sebuah restoran kelas menengah yang meja makannya berupa lesehan yang terletak di dalam pondok-pondok yang terpisah dari gedung restorannya. Letak restorannya di kawasan GOR Pangsuma Pontianak. Kalau Anda pernah ke Pontianak, Anda musti tahu restoran Galaherang. Supaya privacy kami tidak terganggu, kami mengambil posisi meja yang paling pojok dengan maksud supaya tak ada yang berlalu-lalang, dan mendengar apabila ada pembicaraan kami yang bersifat pribadi. Dari pembicaraan di restoran itu, aku tahu kalau dia berumur 22 tahun, punya 5 orang saudara, ayah ibu masih ada, tinggal di daerah pal 1.
Tak ada yang istimewa yang perlu kuceritakan di restoran itu. Begitu pula dengan acara jalan-jalan yang hanya berlangsung kurang lebih setengah jam. Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Hujan mulai turun dan udara berubah dingin.
“Tina, kamu bisa nginap nggak malam ini?” tanyaku setengah berharap.
“Biisaa…” jawabnya dengan santai.
“kalau gitu kita cari kamar yah?” ajakku.
“OK. Ayo aja!” jawabnya.
Wah, pasti seru acara puncak kita nih. Pembaca, sabar dan ikuti terus ceritaku, OK?
Rupanya, malam itu beberapa hotel kelas menengah yang layak untuk kencan yang romantis talah habis di-booking, sampai akhirnya kami memasuki sebuah kotage yang bernama Arowana Mas. Akhirnya kami mendapat kamar yang bersih, yang layak untuk sebuah kencan yang romantis.
Begitu transaksi sewa menyewa kamar dengan pihak pengelola kotage selesai, dia baru turun dari mobil. Itupun setelah kubukakan pintu dan kugandeng tangannya.
“Silakan, Tuan Putri,…” kataku menggoda.
“Terima kasih, Pangeranku…” balasnya.
Sesampainya di ruang tidur, yang bersebelahan dengan ruang parkir, dia duduk di kursi, sementara aku menghidupkan AC dan TV. Tak ada acara yang menarik, tak ada yang enak ditonton, sebab, gadis yang berada satu kamar denganku sekarang, jauh lebih menarik untuk dilihat dibanding dengan apapun juga. TV hanya untuk mengisi kesunyian. Sambil memandangiku dia mulai membuka bajunya.
“Hah! Gak sabaran amat nih cewek?!” kataku dalam hati.
Saya hanya memberinya senyuman sambil memperhatikan dia membuka jaketnya yang hanya dikancing 2 saja. Setelah jaketnya dilepas, baru terlhat jelas bentuk buah dadanya yang bulat indah, sebesar buah apel besar, yang menonjol di balik kaos ketatnya yang rupanya model “you can see” (tanpa lengan). Dia tampak tersenyum menikmati proses pelepasan pakaiannya yang ditonton dengan seksama olehku.
“Dadamu indah yah?” pujiku.
Dia tersipu dan sambil tersenyum hanya membalas, “Ih!”
Lalu dia membuka kaos ketatnya. Melihat dia mulai memegang ujung bawah kaosnya, jantungku sudah berdegub kencang membayangkan pemandangan yang bakal kulihat berikutnya. Mataku tak berkedip memperhatikan dengan seksama pemandangan menakjubkan yang seperti mimpi indah tapi sudah menjadi nyata! Sambil matanya masih tertuju pada mataku, dia meraih ujung kaosnya, menarik ke atas sampai sebatas payudaranya bagian bawah, melepas pegangan tangannya pada kaos, kemudian menyilangkan lengannya, sekali lagi menggenggam ujung kaosnya, kali ini ditariknya ke atas sampai ke atas kepala. Tampaklah olehku sepasang buah dada imut-imut bulat indah yang masih terbungkus BH, warna hijau, senada dengan warna kaos ketatnya.
“Ijo.. Ijo.. Ijo….” kataku menirukan iklan Sampoerna Hijau untuk menggodanya.
Dia cuma tersenyum. Manis sekali.
Lalu dia berdiri, melepas kaitan ikat pinggangnya, kancing celana jeansnya, resleting, lalu merosotkan celana panjangnya. Bertambah kencanglah degub jantungku seiring dengan bertambahnya pemandangan menakjubkan yang indah hasil ciptaan Tuhan di hadapanku. Pahanya benar-benar mulus, walau bukan paha terputih dibanding dengan paha gadis lain yang pernah kukencani. Warna celana dalamnya juga senada dengan warna BHnya, hijau. Rupanya BH dan celana dalamnya adalah satu set (satu pasangan).
Aku sudah tidak mampu menahan gejolak dalam dadaku untuk tinggal diam dan menonton saja, lalu aku menghampirinya memeluknya dan mencium bibirnya dengan lembut. Dia menyambut ciumanku. Aku berusaha menyedot keluar lidahnya, kumasukkan lidahku ke dalam mulutnya, dia membalasnya, bergantian. Aku meraih kaitan BHnya di punggung, lalu melepaskannya. Dia membiarkanku melakukannya. Lalu Kuraih celana dalamnya dan kulorotkan. Dia pun bekerjasama dengan mengangkat kakinya satu per satu bergantian begitu celananya kulorotkan sampai ke ujung kakinya, hingga lepas dari injakannya.
Kini telanjang bulatlah dia, tanpa tertutup apa-apa. Mata saya bisa melihat jelas, indahnya tubuh gadis yang berwajah cantik ini. Tubuhnya ramping, padat berisi. Kulitnya bersih mulus, halus dan kenyal. Payudaranya tidak jatuh sama sekali ketika BHnya kulepas. Persis sebesar apel besar, seperti yang kugambarkan diatas. Pinggangnya ramping, pinggulnya yang membesar di bawah pinggangnya tampak sangat serasi dan indah. Bulu kemaluannya yang jarang-jarang, pendek, hitam, tampak seperti jenggotku yang baru tumbuh.
“Lho, kok kamu belum buka pakaian?” tanyanya kepadaku.
“Tolong bukain donk…” pintaku.
“Ih, seperti anak kecil aja, nggak bisa buka baju sendiri…” jawabnya menggoda.
“Kan lebih enak kalau dibukain. Lebih merangrang…” kataku.
Dia tersenyum, lalu mulai membuka kemejaku. Mulai dari kancing teratas, dan seterusnya. Lalu membuka celanaku, mulai dari ikat pinggangku. Setelah merosotkan celana dalamku, tampaklah olehnya jagoanku yang sudah mengembangkan ototnya bak binaraga yang sedang beraksi di atas pentas. Dia meraih dan menggenggam jagoanku yang masih terbungkus celana dalam.
“Besar juga punyamu?” komentarnya sambil melepaskan celana dalamku.
“Apa lebih besar dari punya cowok-cowokmu?” tanyaku ingin tahu.
“Lumayan, termasuk besarlah, dan keras lagi…” lanjutnya sambil meremas jagoanku yang tegap berdiri menghadap langit, dengan urat-urat yang menyembul dari kulit yang tipis.
“Kamu akan tahu seberapa kerasnya dan kemampuannya nanti. Sekarang, kita mandi dulu ya?” ajakku.
Aku merangkul bahunya dan memboyongnya ke dalam kamar mandi. Setelah membasahi diri masing-masing, dia mulai menyabuniku. Tangannya yang mungil, lembut, menggerayangi di sekujur tubuhku, bahuku yang tegap, dada dan perutku yang kenyal padat berisi. Punggungku, pantatku yang ramping, pinggangku, pahaku yang kokoh besar, membuat jantungku berdegub tidak karuan, dan terasa aliran darah dalam pembuluh darahku seperti mau pecah! Apalagi jagoanku, sudah menegang mencapai puncak terhebat, kaku dan keras bagai tongkat kayu! Tegak berdiri bagai tiang listrik, benar-benar seperti ada aliran listrik, listrik dari tersambungnya kutub positif dan negatif dari tangan lembutnya Tina. Bagian yang paling lama dan paling teliti dia bersihkan adalah: (Anda pasti tahu) jagoanku! Penisku! Dielus-elus, digenggam, diremas, dikocok-kocok. Rasanya aku mau pingsan karena nikmat yang tak terlukiskan ini.
“Aakh!” aku menahan pekikan nikmat bercampur geli, terangsang, dan sakit karena ada bagian sensitif yang sedikit terlalu kasar disabuni. Mungkin saking semangatnya dia mengocok jagoanku.
Kini giliranku menyabuni tubuhya. Aku sangat menikmati menyabuni tubuhnya, Punggungnya kusabuni dengan posisi berpelukan sehingga payudaranya menempel erat di dadaku. Begitu pula sebaliknya, dadanya, lebih detailnya buah dadanya kusabuni dari posisi berdirinya membelakangiku, sehingga seperti aku memeluknya dari belakang. Kugerakkan tanganku memutar-mutar di payudaranya, dia tampak sangat menikmatinya.
Kujepit puting payudaranya diantara jari telunjuk dan jari tengahku, lepas karena licinnya sabun, jepit, lepas, jepit….. Seperti gerakan mencubit. Kukecup belakang telinganya, lehernya, dan bahunya. Dia tampak sangat menikmatinya. Ketahuan dengan sesekali dia mendesah “Shht.” sambil memejamkan matanya. Lalu tangan kiriku turun ke bagian surga mininya, melewati area bulu-bulu yang lembut, kuraih pintu gerbang surga mininya, kuelus-elus, tangannya menggenggam erat lenganku yang sedang bekerja mengelus, dan menekan-nekan pintu gerbang surga mininya.
Dia benar-benar tampak menikmatinya. Sesekali dia memalingkan wajahnya, mempelototi aku dengan genit dan berkata, “Ih, geli…” lalu tersenyum manis kembali ke posisi dimana aku bisa meneruskan kerjaanku yang memberinya kenikmatan, geli, terangsang, dan mungkin kadang-kadang sakit. Sengaja kukombinasi, supaya seru.
Selesai mandi, kami masuk kembali ke ruang tidur. Kami saling mengusap badan kami dengan handuk yang tersedia. Dia benar-benar teliti dengan tubuhku. Tak ada 1 cm pun tubuhku yang terlewat dari usapan handuknya. Lalu aku rebahan di ranjang, sedangkan dia meneruskan mengeringkan sisa-sisa bagian tubuhnya yang masih lembab.
Setelah itu, dia naik ranjang dari posisi ujung kakiku, berlutut dan membungkuk, mulai menjilati jempol kakiku, sela-sela jari kakiku, punggung kakiku, pelan-pelan, naik ke bagian tulang kering, betis, naik lagi, perlahan-lahan pindah ke belakang lututku yang merupakan salah satu bagian sensitif, sampai aku merasa sekujur tubuhku menegang, dan bulu kudukku berdiri. Lalu naik lagi ke bagian paha belakang, depan, kaki kanan, kaki kiri, naik lagi ke pangkal paha, dekat ke selangkangan, “Shh.. Ahh!” aku mendesah menahan ledakan kenikmatan yang sukar dirumuskan dengan kata-kata.
Lalu, kukira dia akan mulai memberiku oral sex, tapi tidak, dia melewati jagoanku, hanya jilatan dan pijatan ringan tangannya. Aku agak kecewa, namun aku tak mau paksakan untuk mendapatkan sesuatu yang tidak mau dia lakukan. Lalu naik lagi ke daerah pinggang, perut, dada, menggigit-gigit, menjilat, dan menyedot puting dadaku, bergeser ke ketiak, lenganku, bahu, leher-yang membuatku kembali menegang, gemetaran menahan gejolak pembuluh nadiku yang seperti mau pecah. Lalu naik ke belakang telinga, lidahnya masuk ke telingaku, geli tapi nikmat, rahang, lalu dahi, akhirnya ke bibirku.
Sesampainya ke bibirku, aku menyergap bibir dan lidahnya yang dahsyat itu, mengecup, mencium, dan menyedotnya seolah-olah ingin kutelan seluruh tubuhnya mulai dari bibir dan lidahnya! Kurang lebih 5 menit kemudian, dia melepaskan kecupan bibir yang panas itu, bergeser turun ke bawah dan….. Dia memasukkan jagoanku ke dalam mulutnya! Waduuh! Inilah yang paling kutunggu!, jerit kegiranganku dalam hati.
“Ahh!” desahku.
Luar biasa nikmatnya. Tak bisa hanya dikatakan luar biasa. Tak semua perempuan punya kemampuan oral sex yang begitu hebat! Sedotannya begitu kencang. Tubuhku bergetar hebat! Terguncang-guncang, mengejang, rahang dan gigiku terkatup rapat dan mengigit kuat sekali, nafasku mulai tidak beraturan, kadang lepas, ngos-ngosan, menarik nafas dalam-dalam, kadang menahan nafas lama, kadang lewat mulut, kadang lewat hidung. Bukan hanya menyedot jagoanku, dia juga menyedot dua permata kembarku yang tergantung di pangkal jagoanku, membuat aku lebih tak sadarkan diri.
“Ahhk….. Tin.. Tinahh.. Akhh.. Shhk.. Tihn.. Ahhk..!”
Kali ini aku seperti tak sadarkan diri, seolah-olah mati, dan tak merasakan apa-apa lagi. Ditambah dengan gigitan-gigitan di sudut selangkanganku, aku benar-benar merasa seperti mati. Surga ada di depan mataku, antara sadar dan tak sadar, aku melihat indahnya surga, lengkap dengan bidadari-bidadarinya yang cantik-cantik. Dalam hati aku sangat bersyukur pada Tuhan atas karyanya yang begitu luar biasa dan tak ada yang bisa menggantikannya, maksudku gadis cantik ini, dan permainan sex yang luar biasa hebatnya ini.
Kurang lebih, sepuluh menit kemudian, dia menghentikan aktifitasnya, dan memperhatikan aku yang terbaring seolah tak berdaya dengan nafas yang masih ngos-ngosan. Lalu sambil menyibakkan rambutnya yang sudah acak-acakan, dia berkata,
“Sayang, kamu kuat juga yah? Orang lain yang kena jurusku ini pasti sudah keluar dari tadi. Belum ada yang mampu bertahan selama ini.”
“Aku memang tahan, nanti kamu juga tahu sekuat apa aku…” jawabku setelah mengatur kembali nafasku.
“Tapi kamu juga hebat, luar biasa, kalau cuma orang yang alang-alang, aku yakin pasti sudah K.O…” tambahku memujinya.
Dia cuma tersenyum mendapat pujianku. Dia memang pantas mendapat pujian, bahkan berhak lebih dari sekedar pujian.
“O.K, sekarang giliranku. Ayo baring, Sayang…” perintahku supaya dia mengambil posisi untuk menerima seranganku.
Dia pun menurut, sambil tersenyum dia mengambil posisi baring telentang. Matanya yang indah memandangi wajahku dengan sunggingan senyum yang membuatku ingin melumat habis seluruh tubuhnya. Sambil membalas senyumannya, aku memulai seranganku.
Kalau Tina memulai serangannya dari ujung kaki, aku sebaliknya, dari ujung kepala. Aku mulai dengan 1 kecupan ringan di keningnya, kecupan yang lembut, penuh perasaan sayang. Kemudian turun ke mata, hidung, pipi kiri, kanan, bibir, dan berlanjut agak lama dengan saling beradu bibir, dan lidah, sampai terdengar jelas suara-suara khas kecupan ciuman yang panas.
“Ccp.. Cp.. Ccp.. Ccpk..”
Lalu kulanjutkan penjelajahan tubuh indah anugerah Tuhan ini. Lanjut ke telinga, belakang telinga, rahang, leher kiri, tengah, kanan, bahu kiri, kanan, dada atas, dan akhirnya sampai pada persinggahan favoritku: payudara! Dengan gerakan lidah memutar berpola spiral, aku menjilati dan mengecup payudara kanannya dari “kaki gunung” menuju puncak. Sesampainya lidahku ke puncak, kutambahkan jilatan dan kecupan dengan gigitan ringan di puting susunya, dan sedotan yang kencang seolah-olah akan kusedot seluruh payudaranya masuk ke dalam mulutku. Dan memang sebagian besar bagian buah dadanya sampai masuk ke dalam mulutku. Perlakuan yang sama juga terhadap payudara kirinya. Tina sangat menikmatinya, dengan memperlihatkan reaksi menggeliat, menggelepar, dan gerakan-gerakan lainnya yang aku tak tahu apa istilahnya, ditambah dengan desahan nafasnya yang tidak teratur, kacau balau tidak karuan.
“Hh! Ohh! Hmmn..! Ahh! Ngmn! Ahh! Hahhk! Ahh! Oohh!”
Aku menikmati desahan nafas dan suara-suara yang keluar dari bibirnya, bagiku itu adalah suara dari surga yang berhasil kuciptakan dengan memberinya kenikmatan yang tiada taranya. Lalu aku melanjutkan perjalananku ke daerah lain. Perut, pinggang kiri, kanan, pinggul kanan, perut bagian bawah, pinggul kiri, pangkal paha kiri luar, bergeser ke dalam, mendekati selangkangan, tapi sengaja kulewatkan bagian yang paling spesial: pintu gerbang surga mininya, langsung melompat ke pangkal paha luar, dalam, selangkangan, kugigit-gigit ringan pangkal pahanya.
Nampaknya Tina tidak tahu harus bagaimana untuk menahan seranganku yang membuat dirinya seolah mati, kematian kecil. Lalu kini seranganku menuju ke titik utamanya, ke pintu gerbang surga mininya, vaginanya, liang senggamanya. Kujilati bibir vaginyanya yang sudah basah oleh cairan vaginanya sebagai balasan seranganya terhadapku tadi, lalu kumasukkan lidahku ke dalam lubang senggamanya, sampai seolah-olah dia memberontak dan meronta-ronta.
Aku tak peduli, kuteruskan seranganku, dia mengerang makin tak karuan dan makin nyaring, tapi masih ditahan-tahan supaya tidak terlalu nyaring, mungkin dia malu, khawatir terdengar oleh tetangga. Tapi bagiku semakin nyaring dia mengerang, semakin banggalah aku, sebab membuktikan aku telah berhasil total dalam seranganku. Aku melanjutkan sodokan-sodokan ke dalam liang nikmatnya, sambil kulengkungkan ujung lidahku ke atas dan kutekan-tekankan lidahku ke titik kelentitnya. Aku sempat menjelingkan mataku untuk melihat reaksi wajahnya dalam keadaan ini.
Wajahnya menjadi merah merona, matanya terkatup rapat sampai terbentuk lipatan-lipatan halus di sudut matanya, sementara tangan kanannya berada di mulutnya dan sedang menggihit jari telunjuk kanannya, sedangkan tangan kirinya menggenggam erat ujung bantal yang sedang mengalasi kepalanya. Sebentar-sebentar, wajahnya dipaingkan ke kanan dan seolah dia mau membenamkan wajahnya dalam-dalam ke dalam bantal. Sementara nafasnya ngos-ngosan tidak teratur. Tina memang bukan type wanita yang suka menjerit-jerit di ranjang, dia tampak berusaha mati-matian menahan suara desahan dan erangannya.
“Hkng.. Hh! Hh..! Hh..! Sshhk..! Ahk.. Hh! Hh..! Hh..!”
Aku benar-benar senang mendengarnya, aku menikmatinya. Lama kemudian aku melepaskan bagian itu, dan bergeser ke kakinya, pahanya, kiri-kanan, belakang lututnya, betis, tulang kering, kaki, jari kaki dan sela-sela jari kakinya, terakhir telapak kakinya.
Selesai itu, aku mengangkat kepalaku untuk memandangnya. Tina nampak sedang sibuk mengatur kembali nafasnya. Lalu dia tersenyum dan berkata, “Kamu hebat! Saya minta ampun deh, tak kuaat.”
Aku cuma tersenyum mendengar komentarnya, senyum puas, karena telah sukses membuatnya tenggelam dalam samudra kenikmatan. Tak lama kemudian, dia memandang dengan mesra diriku dan berkata, “Udah yuk, masukkan.”
“Udah mau masuk?” tanyaku meyakinkan.
Tina hanya menjawab dengan anggukan ringan. Setelah mendapat jawabannya, aku mengambil kondom yang telah kusiapkan, aku tak ingin ada gadis yang hamil karena aku sebelum menikah denganku. Kupasang kondom tersebut, namun Tina bangkit dari baringnya dan menawarkan untuk memasangnya untukku. Kuterima tawarannya dan diapun memasangnya. Setelah selesai, dia baring kembali.
Lalu aku mengambil posisi diatas tubuhnya yang telentang, menindihnya pelan-pelan. Tangan kanannya turun untuk meraih jagoanku untuk dimasukkan ke dalam lubang nikmatnya. Tapi gerakan itu kucegah, aku menangkap tangannya dan kuletakkan di atas kepalanya. Lalu tanpa bantuan tanganku, maupun tangannya, aku memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Pelan tapi pasti, dengan mulus, seperti mengalir, penisku masuk ke dalam lubang vaginanya.
1 centi, 2 centi, dan seterusnya sampai seluruh batang penisku berada dalam lubang nikmatnya dan terjepit kehangatan yang membawa nikmat tiada taranya. Aku lihat matanya terpejam, wajahnya ditengadahkan, mulutnya ternganga, namun tidak mengeluarkan suara selama pross masuknya jagoanku ke dalam lubang nikmatnya yang hangat. Kedua tangannya yang sudah terlepas dari pegangan tanganku, memegang dan mencengkram erat bahuku, tak jelas apakah dia menahan sakit atau nikmat, atau keduanya, tidak pernah aku tanyakan.
Kemudian, selanjutnya aku memfungsikan jagoanku sebagai mana mustinya, yaitu memompa lubang nikmat Tina. Dia juga melakukan gerakan-gerakan kecil untuk membantu aku memompa lebih dalam. Matanya terpejam, namun kadang-kadang terbuka dan memandangku dengan pandangan yang lembut, lalu terpejam kembali. Aku memompa dengan gerakan yang pelan, lembut penuh penghayatan dan menikmati perjalanan menuju puncak kenikmatan. Nafasku kuatur sedemikian rupa supaya tidak cepat mencapai klimax, dengan harapan bisa mengantar Tina mencapai puncak kenikmatan lebih dulu. Wajah Tina yang merah merona sangat mempesona, ditambah desahan nafasnya yang sangat menggairahkan, membuat aku sangat menikmati kerjaku.
Lima belas menit kemudian aku mengajaknya berganti posisi. Kusuruh Tina untuk mengatur posisi baringnya menghadap ke kirinya, dengan kaki kiri lurus ke bawah sedangkan kaki kanannya menyamping ke kiri seperti orang yang mengangkat lutut dalam gerakan berjalan di tempat dalam baris-berbaris. Lalu aku mengambil posisi menduduki paha kirinya dengan pelan, lalu kusodokkan jagoanku sampai terbenam dalam lubang nikmatnya. Tangan kananku memegang paha kanannya yang menyilang, dan tangan kiriku memegang pantatnya yang nungging itu, lalu kutarik seiring dengan gerakan menyodok jagoanku, sehingga jagoanku bisa mencapai kedalaman maksimum ke dalam lubang vaginanya.
Kemudian aku mulai memompa lagi dengan pelan. Sesekali aku meraih buah dada kiri dan kanannya secara bergantian, menggenggam dan memerasnya dengan lembut dan keras secara bervariasi. Sedangkan Tina nampak sangat menikmati permainanku. Dia dengan mata terpejam, tangan kanannya memegang tangan kananku, seolah membantuku memeras buah dadanya dan tangan kirinya menggenggam erat bantal kepalanya. Bibirnya terbuka sedikit dan mengeluarkan bunyi desahan pelan yang sangat merangsang.
“Ahh.. Ahh.. Ahh..”
Kurang lebih lima belas menit setelah itu, aku merasa akan mencapai klimaks, dan permainan ini akan segera berakhir. Artinya kenikmatan ini akan berakhir juga. Aku berusaha mencegahnya. Kuatur nafasku dengan menarik nafas dalam-dalam dan segera kulepaskan. Gerakan memompa kuhentikan dan momen itu kumanfaatkan untuk menyuruhnya berganti posisi lain berlawanan dengan yang tadi. Kalau tadi dia berbaring mengahadap kiri, sekarang menghadap kanan. Lalu kulanjutkan kerjaan nikmat ini. Kugoyangkan pinggulku ke depan dan ke belakang, dorong-tarik, memompa dengan pelan dan santai sambil mengatur nafas.
Merupakan hobbyku untuk berhubungan sex dengan variasi posisi yang beragam dalam satu ronde. Selama satu ronde hubungan sexku dengan Tina, kami mempraktekkan sepuluh posisi. Namun di sini tidak kujabarkan semua posisi yang kami praktekkan. Sekarang Tina kuminta untuk berganti posisi di atas. Lalu dia bangkit dari baringnya, giliran aku yang baring.
Dia memandangku dengan senyum manis dan keringat yang mulai bercucuran, dan bertanya, “Capek yah?”
“Lumayan, giliran kamu dong, yang kerja…” jawabku.
Dia hanya tersenyum, lalu mengambil posisi duduk mengangkang di atas pahaku. Lalu dengan bertumpu pada lututnya dia mengangkat tubuhnya, memegang batang penisku, mengarahkan ke lubang vaginanya, lalu mendudukinya kembali. Langsung jagoanku masuk kembali ke dalam lubang hangatnya dengan sukses. Tina mulai bekerja. Dia membuat gerakan seperti orang menunggang kuda. Tubuhnya seaolah terguncang naik-turun oleh punggung kuda. Aku membantunya dengan gerakan menggangkat pinggulku naik turun seirama dengan gerakan Tina. Setelah belasan menit “menunggang kuda,” dia berhenti.
Aku memandangnya, dan dia berkata “Capek. Kakiku pegal.”
“OK. Kamu duduk aja begini, jangan bergerak seperti itu lagi. Gini aja, kamu gerakkan pinggulmu seperti ini…” kataku sambil mengajarkan dia untuk menggoyangkan pinggulnya ke depan dan ke belakang.
Tina “sangat berbakat” dalam hal ini. Dia langsung mengerti dan menguasai gerakan yang baru kuajarkan.
“Gimana, terasa nggak?” tanyaku. Tina hanya mengangguk.
“Enak nggak?” tanyaku lagi.
“Enak…” jawabnya singkat.
Aku merasakan cairan hangat dari vaginanya mengalir membasahi selangkanganku sehingga terasa licin. Cairan vagina Tina membantu goyangan Tina lebih lancar. Aku berbaring dengan santai, sambil melihat pemandangan yang sangat indah di depanku, seorang gadis cantik sedang duduk menggangkang di atas selangkanganku, dengan penisku yang menancap erat ke dalam vaginyanya, dan gadis itu sedang bergoyang memberiku kenikmatan sex. Kedua tanganku menggenggam erat kedua payudaranya yang indah dan kuremas-remas. Aku memang sangat menyukai dan mengagumi bagian tubuh wanita yang menonjol indah yang disebut payudara atau buah dada ini. Selama bergoyang di atas tubuhku, dia tak banyak bersuara, hanya desahan nafas yang sewajarnya terdengar dari seorang wanita yang sedang mendapat kenikmatan sex, tak lebih dari itu.
Kira-kira sepuluh menit kemudian dia berhenti dan berkata…
“Sayang, saya capek, nih. Giliran kamu yah?”
“Capek, yah? Ya udah, kamu baring, sekarang giliranku lagi…” jawabku.
Lalu dia bangkit dari duduknya dari tubuhku. Aku mendapati selangkanganku sudah becek oleh cairan vaginanya. Pantas saja dia sudah kecapean, mungkin sudah berkali-kali dia mencapai orgasme.
“Udah keluar, yaa?” tanyaku menggoda sambil tersenyum.
“Ii.. Ih!,” jawabnya sambil tersenyum malu.
Aku tersenyum melihat tingkahnya yang malu-malu menjawab pertanyaanku.
“Sekarang kamu tiarap, yah?” pintaku.
Dia menurut. Lalu aku duduk di atas kedua pahanya. Tanganku meraih belahan pantatnya. Dengan kedua jempol tanganku kubuka belahan pantatnya yang kencang padat berisi itu sampai terlihat bibir vaginanya. Lalu kusodokkan penisku masuk dengan pelan ke dalam. Kemudian kulepaskan peganganku, menindih punggungnya dengan pelan dan lembut. Tangan kananku merangkul bahu kanannya lalu menyilang di dadanya, hingga telapak tanganku menggapai payudaranya dan keremas-remas kiri-kanannya secara bergantian. Sedangkan tangan kiriku menggenggam tangan kirinya yang diletakkan di depan wajahnya yang menghadap ke kiri, sementara tangan kanannya di bawah bantal.
Sambil menyodok-nyodokkan penisku ke dalam vaginanya, aku mengecup dan mencium rambutnya yang wangi, pelipisnya, pipinya, belakang telinganya, telinga, leher, bahunya dengan variasi jilatan yang kuyakini memberinya kenikmatan yang tak ada taranya. Dia memalingkan wajahnya, dan menyodorkan bibirnya untuk menyambut bibirku untuk berciuman. Memang sedari tadi, bibir kami sudah lama tidak beradu, jadi ada kerinduan untuk menciuman dan berjilatan dengan panas lagi.
Kami berciuman sambil terus kugoyangkan pinggulku dan kuremas buah dadanya. Kurasakan ada kontraksi otot pantatnya yang sengaja dibuatnya untuk memberiku kenikmatan extra. Aku terus menyodoknya dengan penuh semangat, sementara makin banyak cairan hangat yang terasa di selangkanganku dan di pantatnya. Tubuh kami terasa panas dan gerah, keringat bercucuran membasahi sekujur tubuh kami dan ranjang tempat kami bekerjasama dalam perjalanan menuju puncak kenikmatan.
“Badanmu asin…” kataku menggodanya di sela-sela kenikmatan kami berdua.
“Itu kan keringatmu yang netes ke badanku…” katanya mengelak kalau dia juga basah oleh keringatnya sendiri.
Aku tersenyum mendengar jawabannya. Makin lama gerakanku makin laju dan bersemangat. Ciuman dan kecupan kami makin panas, keringatku dan keringatnya makin banyak, bercampur baur membasahi spray ranjang, nafas kami sama-sama ngos-ngosan tidak karuan. Remasan tanganku terhadap payudaranya makin kencang dan kasar, cairan vaginanya terasa makin banyak, makin basah sampai membasahi spray. Aku merasakan puncak orgasme sudah dekat.
“Yang, aku sudahi ya, aku keluarkan aja yah?” tanyaku dengan bisikan di telinganya.
Dia cuma bisa mengangguk. Seujur tubuh mungilnya tak bisa bergerak sama sekali karena tertindih tubuhku yang besar demi memberi dan menerima kenikmatan kepada dan darinya. Tak lama kemudian aku merasa kepalaku berdenyut hebat, pandangan mataku kabur, telingaku berdengung, otot bahu, lengan, dada, dan punggungku terasa menegang. Aku orgasme. Detik-detik berikutnya, aku merasakan denyutan hebat dari bagian bawah tubuhku, penisku terasa berdenyut kencang, lalu…..
“Nghhk.. Hh!” air maniku menyebur seiring dengan denyutan yang makin hebat di penisku. Aku menekankan makin kuat penisku ke dalam vaginanya.
“Oohhk..!” aku mendesah menikmati puncak kenikmatan sex yang luar biasa ini.
Beberapa detik kemudian, penisku berhenti berdenyut. Pelan-pelan, otot-otot tubuhku mulai mengendor. Denyut di kepalaku mulai mereda, dan pandangan mataku perlahan-lahan mulai normal kembali. Aku menarik nafas panjang, seolah baru menyelesaikan suatu pekerjaan berat yang sangat melelahkan. Dan memang pekerjaan ini cukup berat dan pasti sangat melelahkan, tapi setimpal dengan kenikmatan luar biasa sebagai bayarannya. Aku melirik ke jam dinding untuk mengecek berapa lama aku memompanya, ternyata lebih dari 45 menit, hampir satu jam!
“Udah keluar, Yang…” bisikku padanya, sambil masih memeluknya, lalu kukecup dan kucium mesra pipi dan bibirnya dengan lembut.
Dia membalas kecupan dan ciumanku. Setelah terasa jagoanku mulai jinak dan melunak, aku cabut pelan-pelan dari lubang vaginanya sambil kupegangi kondom yang masih membungkus jagoanku. Kulepaskan kondom yang sudah banjir air maniku dari penisku dengan hati-hati supaya tidak tumpah. Dia meraih kondom itu dari tanganku dan membawanya ke kamar mandi. Aku merebahkan tubuhku ke ranjang. Terasa enak sekali rajang ini. Jauh lebih empuk setelah melakukan “pekerjaan berat” ini.
Sebentar kemudian, aku menyusulnya ke kamar mandi. Dia sedang membersihkan vagina dan selangkangannya dari cairan nikmatnya yang membanjir. Aku juga membersihkan jagoanku dari sisa-sisa air maniku yang masih menempel. Tina duluan keluar dari kamar mandi, sedangkan aku meneruskan membersihkan penisku. Ketika aku keluar dari kamar mandi, kudapati Tina sudah selesai merapikan spray ranjang dan mengajakku untuk tidur. Aku naik ke atas ranjang, baring di samping kirinya, dan dengan kepala yang terangkat oleh tanganku yang bertumpu pada sikut, aku memandangi wajahnya yang cantik, tersenyum padanya dan berkata, “Kamu puas nggak?”
“Ng Ng…” dia menjawab sambil mengangguk.
“Kamu keluar berapa kali?” tanyaku.
“Ii.. Ih!,” jawabnya sambil menarik selimut menutupi wajahnya.
Aku tersenyum melihat tingkahnya yang lucu karena tersipu malu untuk menjawab pertanyaanku. Aku menarik selimutnya lalu kupandangi wajah cantiknya lalu mengulangi pertanyaanku, “Hayo….. Berapa kali?”
Dia hanya diam dan tersenyum sambil menarik lagi selimut untuk menutupi wajahnya, kali ini sampai batas wajahnya di bawah mata. Walaupun mulutnya tertutup selimut, aku bisa melihat senyumnya dari kontraksi otot sekitar matanya. Lalu aku melihat tangan kanannya mengacungkan empat jari di samping matanya.
“Empat kali?” tanyaku.
“Ng.. Ng..!” jawabnya sambil menggeleng.
Aku melihat sekali lagi dengan teliti, dan kudapati rupanya kedua tangannya mengacungkan empat jari, delapan!
“DELAPAN KALI!?” tanyaku setengah terpekik.
Dia menganguk dan cepat-cepat menarik selimut lagi menutupi seluruh wajahnya. Aku tersenyum, meraih selimutnya sampai wajahnya terlihat lagi. Senyumnya manis sekali, membuat aku benar-benar jatuh cinta dan makin sayang dengan cewek spesial yang satu ini.
“Pantesan capek sekali yah?” tanyaku menggoda.
Dia hanya tersenyum, mengerutkan pangkal hidungnya, menjulurkan lidahnya dan menutupi kembali wajahnya sdengan selimut. Tingkahnya benar-benar lucu dan membuatku gemas. Aku menarik selimutnya dengan keras hingga terbuka dan terlihat tubuhnya yang masih telanjang bulat, lalu dengan gemas, aku mengecup, mencium dan menggigit-gigit leher dan payudaranya hingga dia terpekik karena geli, meronta dan tertawa cekikikan.
Sebentar kemudian aku kembali memandang wajah cantiknya. Kami saling melempar senyum. Lalu aku mengecup bibirnya. Dia menyambutnya, dan kami berciuman dengan penuh kemesraan dan kehangatan. Setelah itu aku berbaring di sisi kirinya, dengan lengan kananku terjulur mengalasi lehernya, meraih bahunya dan memeluknya dengan mesra. Sebentar kemudian kami tertidur pulas dengan posisi saling berpeukan.
Entah berapa lama aku tertidur, tiba tiba aku terbangun oleh kecupannya di bibir dan pipiku. Setelah tersadar dari tidurku, kudapati dia sedang memegang dan meremas jagoanku sambil mengecup bibirku.
“Mau lagi?” bisikku diantara perasaan ngantukku karena capek.
Dia hanya mengangguk sambil tersenyum. Lalu aku kembali melakukan pekerjaanku untuk memuaskannya seperti di ronde pertama. Tapi ronde kedua ini tidak lagi melalui proses pemanasan yang lama, seperti di ronde pertama. Hanya pemanasan seperlunya. Jadi malam itu aku memberinya hubungan sex dua ronde yang memuaskan. Setelah itu kami tertidur dengan saling berpelukan sampai pagi.
Baca Juga Cerita Bokep : Pembantu Haus Seks
Pembaca, semoga cerita pengalamanku ini bisa membangkitkan gairah sex Anda hingga menggebu-gebu, melakukan sex sehat dan aman dan mencapai kepuasan bersama kedua belah pihak. Jangan sampai ada salah satu pihak yang merasa rugi karena tidak puas.
Jika ada komentar atau apapun yang ingin Anda sampaikan, jangan segan dan ragu untuk mengirim E-mail kepadaku. Apapun kata-kata yang Anda kirimkan padaku, dengan senang hati akan kubaca. Dan jika Anda menginginkan balasan E-mailku, tuliskan bahwa Anda ingin balasan. Terima kasih untuk meluangkan waktu Anda untuk membaca kisah pengalamanku. Demikian lah Cerita Sex Pengalaman seks Cowok Perkasa oleh Cerita sex hot